Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kaum Muda dan Paradigma Rasional

12 November 2019   11:00 Diperbarui: 12 November 2019   13:54 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat memperingati hari sumpah pemuda dan hari pahlawan bagi semua rakyat Indonesia, khususnya kaum muda. 

Tulisan saya tulis dengan menyadari bagaimana kaum muda hari ini memiliki tantangan yang berbeda dengan para pendahulu kita. 

Dewasa ini kaum muda di manjakan oleh kecerdasan teknologi. Sisi positifnya kaum muda yang jeli melihat gejolak ini mampu beradaptasi dengan produktifitas yang mereka hasilkan lewat beragam karya dengan campur tangan teknologi. 

Kita bisa ingat bagaimana Gojek mampu menyambungkan suatu keinginan masyarakat untuk lebih praktis dalam berkaktivitas dengan suatu inovasi dalam memenuhi keinginan masyarakat tersebut. 

Contoh lain adalah karya anak bangsa seperti inspigo yaitu platform podcast yang berisi audio yang mendidik dan juga memainkan peran entairtement. 

Tentunya karya-karya ini adalah buah dari pemikiran-pemikiran kaum muda yang kritis lewat paradigma yang sistematik (sytematic thinking) dan berlandaskan data (scientific thinking). 

Namun, masih ada kaum muda enggan untuk mentransisikan pemikiran yang berdasarkan pada perasaannya (emphaty) kepada paradigma yang rasionalitas. 

Nah, masyarakat awam memiliki stigma bahwa berpikir secara rasional ada cara berpikir dengan tidak berperasaan kepada suatu hal, dan itu adalah ciri gaya berpikir barat. 

Sebagai contoh riil tentang stigma ini adalah bagaimana masyarakat yang sakit masih percaya bahwa sakit yang dideritanya adalah oleh sebab santet. Padahal hal itu bisa segera ditangani dengan metode medis yang logis dan tepat. Namun karna paradigma berpikir nya masih bersandar dengan budaya berpikir yang demikian, hal yang tidak diinginkan dapat terjadi. 

Stigma-stigma demikian yang sebenarnya menghambat alur berpikir secara logis. Kemudian jika dikatakan bahwa berpikir secara rasional membuat seorang tidak berperasaan dalam menanggapi suatu peristiwa tertentu, hal ini tidak benar adanya. Bahwa perasaan (emphaty) terhadap sesuatu lahir dari rahim kerangka berpikir yang logis. 

Buktinya kita tidak akan hanyut dalam kebencian pada saudara kita yang memiliki ras atau latar belakang dengan kita jika kita paham dengan rasionalitas bahwa perbedaan itu hal yg biasa dan bukan alasan untuk membenci. Disisi lain,  kita akan turut bersedih dengan perpecahan di negri ini karena kita paham dengan logika bahwa perpecahan adalah suatu hal yang tidak kita inginkan demi kebaikan bangsa. 

Nah, untuk menjawab stigma bahwa paradigma yang rasional itu berasal dari barat dan bukan menjadi budaya kita adalah salah. Dalam siaran podcast di inspigo, Cania, seorang content creator di Geo Live menjawab bahwa budaya berpikir secara rasional sudah diperkenalkan oleh Founding father bangsa,  Tan Malaka dengan sangat baik dalam bukunya Madilog, dan lewat karya-karya founding mother, Kartini. 

Hari ini tokoh muda seperti Cania dan Afu Utami adalah panutan dalam berpikir secara rasional baik sistematik dan ilmiah. Kaum muda diharapkan mampu untuk menguasai skill ini untuk ditengah-tengah laju pesat teknologi. 

Untuk menutup tulisan ini, penulis mengajak kaum muda untuk membangun paradigma yang kritis, sistematik dan ilmiah lewat literasi yang memadai baik membaca, menulis dan memperoleh literasi lewat tontonan mendidik di youtube maupun podcast yang juga sebenarnya bagian dari membaca yang hanya berbeda instrumen. 

Sebab hanya dengan langkah itu kaum muda mampu untuk membumikan makna sumpah pemuda dan menjadi pahlawan bangsa masa kini dengan karya-karya lewat paradigma yang rasional. 

Penulis : Agi Julianto Martuah Purba

Di Pematangsiantar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun