Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Bola

Transformasi Sepakbola Indonesia

20 September 2015   05:31 Diperbarui: 20 September 2015   08:37 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai saah satu oleh raga paling populer di Indonesia, sepakbola akan senantiasa menyita banyak perhatian dalam setiap gerak-geriknya. Segenap penggemar sepakbola begitu menantikan adanya prestasi yang membanggakan yang dihasilkan oleh olah raga ini. Di setiap even-even internasional prestasi sepakbola Indonesia diharapkan bisa melambung tinggi dan memberikan kebanggaan dengan raihan prestasi juara, sebagaimana layaknya kesuksesan-kesuksesan yang diraih pada masa kejayaan sepakbola kita dahulu.

Ketika para penggemar sepakbola dunia diberikan hiburan yang begitu menarik dalam suguhan pertandingan bergenggi piala super uefa yang mempertemukan juara Europa Cup (Sevilla) dengan juara Champions Cup (FC Barcelona), kita masih saja diberikan suguhan “pertandingan” sepakbola nasional antara PSSI dengan pihak Kemenpora. Kompetisi yang masih belum jelas pelaksanaannya, sanksi FIFA yang diterima sepakbola Indonesia, dan larangan untuk mengikuti kompetisi sepakbola internasional merupakan pil pahit yang harus ditelan oleh segenap insan sepakbola dalam negeri. Belum lagi nasib para pemain yang belum jelas, justru semakin memperburuk citra sepakbola nasional. Pelaksanaan kompetisi oleh pihak Kemenpora melalui tim transisi dengan tajuk Piala Presiden dan Piala Kemerdekaan mungkin sedikit memberikan hiburan kepada pecinta bola dalam negeri bahwa mereka masih memiliki kesempatan untuk melihat aksi-aksi pemain seperti Cristian Gonzales, Firman Utina, Ahmad Bustomi, dan para pemain lain untuk kembali berlaga di lapangan hijau.

Namun kompetisi gagasan tim transisi tersebut bukanlah penyelesaian atas nasib sepakbola di Indonesia. Karena bagaimanapun juga setiap negara yang ingin memiliki kekuatan sepakbola berkualitas dan mampu bersaing di kancah Internasional harus memiliki Liga Sepakbola yang hebat. Bukan sekedar kompetisi berformat “Piala”. Liga adalah kompetisi rujukan utama di setiap negara, sekaligus kompetisi yang merepresentasikan prestise dari kekuatan tim sepakbola untuk berprestasi. Tengok saja kompetisi-kompetisi di dunia yang paling bergengsi, Liga Premier Inggris selalu lebih diinginkan klub-klub di Inggris dari pada Piala FA. Gelar La Liga akan selalu lebih menjadi prioritas untuk Real Madrid dan Barcelona dari pada sekedar menjuarai Copa del Rey. Begitu juga Juventus yang pasti akan mengorbankan gelar Piala Italia demi merengkuh gelar scudetto. Kompetisi paling bergengsi antar klub sepakbola, Liga Champion, juga mempertemukan para juara Liga. Semua Liga adalah gambaran kekuatan sepakbola dari suatu negara.

Samasekali tidak ingin mengecilkan arti pelaksanaan Piala Presiden dan Piala Kemerdekaan, sebuah Liga tetaplah harus dijadikan acuan utama apabila ingin menciptakan iklim sepakbola yang sehat. Klub-klub di Indonesia tidak akan bisa lagi berlaga dalam kancah Liga Champion Asia apabila tidak memiliki Liga yang berkualitas. Timnas Sepkbola kita juga hanya akan terus menjadi pecundang tanpa keberanaan Liga yang berkualitas. Oleh karena itu, semua pihak yang berkontribusi dalam carut marutnya sepakbola nasional wajib bertanggung jawab untuk menanggulangi kekecauan ini. PSSI dan Kempora sebagai aktor utama harus segera menemukan solusi permasalahan agar sepakbola kita tidak terus-menurus terpuruk seperti sekarang ini.

PSSI dan Kemenpora

Kemenpora mungkin memiliki tujuan yang baik untuk menata ulang dunia sepakbola di Indonesia. Pembekuan PSSI yang dianggap tidak becus melakukan pengelolaan sepkabola Nasional disatu sisi mungkin bisa dimaklumi, namun mereka juga harus memahami bahwa intervensi mereka yang berlebihan telah membuat nasib para pemain sepakbola di Indonesia merana. Banyak pihak yang harus rela kehilangan sumber penghasilannya akibat dari ­mandeg-nya sepakbola nasional.

Sedangkan PSSI sebagai lembaga tertinggi sepakbola nasional seharusnya lebih mau untuk berkaca dan melihat diri mereka sendiri. Pasti ada yang salah dengan pengelolaan yang mereka lakukan selama ini hingga akhirnya berdampak pada buruknya prestasi Timnas Indonesia dalam kancah Internasional. Jangankan berprestasi di tingkat dunia, di Asia Tenggara saja timnas kita masih menjadi pecundang. PSSI sebagai lembaga Sepakbola saat ini justru lebih banyak dikomandoi oleh para politisi. Background politik begitu kental mewarnai PSSI sebagai sebuah Lembaga. Jika kita tengok beberapa negara maju seperti Jerman yang mengedepankan sosok Franz Beckenbauer dan di Spanyol ada sosok Jorge Valdano, maka di Indonesia ada siapa? Jika sepakbola dikelola bukan oleh para pelaku sepakbola yang “sesungguhnya”, maka potensi munculnya konflik akan lebih besar. Tengok saja, kasus korupsi FIFA menyeruak karena yang memegang kendali adalah sosok yang samasekali tidak ada backgroud sepakbola seperti Sepp Blatter. Yang terbaru, sekjen FIFA dinonaktifkan dari jabatannya karena masalah serupa. Bandingkan dengan UEFA yang dikomandoi oleh Michel Plattini, kompetisi di eropa semakin berjaya berkat dirinya. Siapa Juara Dunia 2010? Spanyol. Siapa Juara Dunia 2014 yang dilaksanakan di negeri Sepakbola Brazil? Jerman. Plattini adalah mantan pemain legenda Prancis dan Juventus dengan sederet prestasi bolanya yang mentereng. Iya, serahkan sesuatu pada para ahlinya.

Sebenarnya bukanlah suatu larangan apabila seorang dengan latar belakang politikus menduduki posisi penting dan mengelola sebuah lembaga olah raga seperti PSSI, selama memang mereka memiliki komitmen penuh untuk menciptakan iklim sepakbola yang berkualitas. Tidak ada sepakbola gajah, ketegasan dalam memberi sanksi kepada pemain atau official “nakal”, dan tentunya membentuk Timnas Sepakbola yang mampu berbicara banyak dalam kompetisi Internasional. Mungkin sudah waktunya Persepakbolaan Nasional bertansformasi dengan muka-muka baru para pengelola lembaganya. Belajarlah dari pengelolaan Liga Basket di Indonesia, NBL (Nastional Basketball League). Mereka yang benar-benar mencintai olah raga akan mampu memberikan kejayaan bagi olah raga yang mereka cintai.  

 

Oleh : Agil S Habib

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun