Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dipecat karena Melanggar Filosofi Organisasi pada Kesempatan Pertama, Tepatkah?

23 Juni 2021   05:21 Diperbarui: 23 Juni 2021   10:39 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tim kerja| Sumber: imtmphoto via hai.grid.id

Seorang teman berkisah perihal salah seorang rekan di tempat kerjanya yang beberapa waktu sebelumnya harus rela statusnya sebagai pekerja tidak lagi diperpanjang. Meski sebenarnya pemutusan kontrak kerja tersebut lebih bisa disebut sebagai pemecatan secara tidak langsung. 

Gara-garanya bukan karena masalah kinerja yang buruk atau ketidakmampuan menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai kepanjangan tangan pihak manajemen. 

Melainkan karena satu kelalaian yang dianggap oleh salah seorang pimpinan telah mencederai filosofi yang dianut perusahaan atau landasan dasar organisasi.

Tidak ada surat peringatan. Tidak juga ada teguran normatif sebagaimana layaknya seorang pekerja yang melanggar peraturan kerja. Langsung tidak diperpanjang statusnya sebagai pekerja pada momen assessment pengangkatan dirinya menjadi karyawan tetap.

Yang bersangkutan dianggap lalai karena mengabaikan aspek kejujuran dalam proses presentasi di momen krusial tersebut. Dalam pandangan sang atasan, rekan dari teman saya tadi dinilai tidak jujur dalam menampilkan materi presentasi yang sebenarnya merupakan perkara sepele. 

Entah keluguan atau berasumsi bahwa tindakannya bisa dimaklumi, tapi pada akhirnya justru hal itu membuatnya kehilangan pekerjaan.

Setiap organisasi umumnya memiliki landasan filosofis sebagai dasar pijakannya | Sumber gambar : www.linovhr.com
Setiap organisasi umumnya memiliki landasan filosofis sebagai dasar pijakannya | Sumber gambar : www.linovhr.com
Menanamkan Nilai Filosofis

Keberadaan filosofi atau landasan etika organisasi menjadi acuan dalam melangkah dan menentukan sikap. Saat ada sebuah tindakan dari seorang pelaksana organisasi yang bertentangan dengan nilai filosofis yang ada maka hal itu akan dianggap sebagai bentuk pelecehan atau ketiadaan rasa hormat terhadap pilar penting organisasi.

Sehingga siapapun yang melanggarnya harus diberikan konsekuensi yang sepadan. Aturan ini dipandang sama berlaku pada setiap orang, baik orang lama ataupun baru. Ketika ada orang lama yang tidak menghormati nilai filosofis organisasi maka pintu keluar akan dibiarkan terbuka lebar untuknya.

Sementara bagi orang baru pun juga tidak ada ampun. Meskipun seharusnya bagi mereka yang belum benar-benar memahami nilai-nilai organisasi dirasa tidak sepatutnya menerima perlakuan seperti itu. 

Setidaknya mereka harus diberi kesempatan kedua untuk belajar terhadap kesalahan apa yang mereka lakukan perihal pelanggaran terhadap aspek penting organisasi tersebut.

Bagaimanapun juga pengalaman adalah guru yang paling baik. Pernah mengalami situasi yang tidak mengenakkan seharusnya menjadikan hal itu terpatri kuat di benak seseorang. 

Harapannya adalah tidak akan mengulang kembali kesalahan serupa seperti yang diperbuat pada masa lalu. Sehingga menjadikan nilai filosofis yang ada menjadi lebih tertanam kuat di dalam diri mereka masing-masing.

Nilai filosofis memang tidak berurusan secara langsung dengan aspek operasional atau untung rugi suatu organisasi bisnis. Akan tetapi hal itu menjadi cerminan etika yang semestinya diikuti oleh semua pihak.

Dalam kasus ini memang tidak seharusnya bagi orang baru sekalipun untuk berbuat melanggar. Hanya saja muncul pertanyaan, apakah yang bersangkutan sudah diberikan pemahaman terlebih dahulu sebelum dijatuhi "vonis" semacam itu?

Jika melihat kondisi yang ada, ternyata nilai filosofis masih sebatas "diasumsikan" sudah dipahami oleh semua orang. Termasuk oleh orang-orang baru sekalipun. Mengingat nilai filosofis yang ada sebenarnya hanya mengadopsi nilai-nilai mulia universal yang sayogyanya sudah diakui keberadaannya oleh orang banyak.

Tapi tentunya sebuah penilaian tidak bisa didasarkan hanya pada sebuah asumsi belaka. Harus ada tindakan nyata yang menjadi landasan kuat bahwa nilai-nilai filosofis tersebut sudah diperkenalkan ulang atau belum. Setidaknya itulah langkah pertama untuk memastikan bahwa nilai filosofis ditanamkan kepada semua pihak yang terkait.

Sementara langkah keduanya adalah dengan memberikan ruang kepada setiap orang untuk mengevaluasi kelalaiannya pasca langkah pertama dilakukan. Dengan kata lain, setiap orang baru memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri jikalau ada tindakannya yang bertentangan dengan nilai-nilai filosofis yang ada.

Tapi apakah setiap "penjaga" filosofi memiliki cukup kesabaran dan keyakinan untuk memberikan kesempatan kedua itu?

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun