Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlukah Simbol FPI untuk Menjadi Relawan Peduli Bencana?

12 Januari 2021   07:29 Diperbarui: 12 Januari 2021   07:44 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar para relawan FPI ketika turut serta menangani bencana alam | Sumber gambar : www.gelora.co

Organisasi Front Pembela Islam (FPI) secara resmi telah dibubarkan oleh pemerintah beberapa waktu lalu. Meski hal itu terus menuai polemik hingga saat ini tetapi segala atribut "berbau" FPI sepertinya sudah dilarang untuk nampang ke muka publik. Aktivitas sweeping yang dulu cukup sering diberitakan media rasa-rasanya kini akan sulit untuk terlihat lagi. 

Meski organisasi pengganti yang menggunakan nama inisial mirip, Front Pemersatu Islam, Front Persaudaraan Islam, atau barangkali nama-nama sejenis lainnya tetap belum bisa menggantikan status keberadaan FPI mengingat legalitasnya yang masih "mengambang". 

Bahkan eks FPI sendiri kini justru sibuk dengan urusan lain dimana imam besarnya, Habib Rizieq Shihab (HRS) tersangkut kasus hukum sebagai tersangka pemicu kerumunan hingga menghalangi penyidikan satgas COVID-19. 

Sementara FPI sendiri sebagai sebuah organisasi tengah dibekukan beberapa rekening pendanaannya sehingga sumber dana yang dulu ada seolah kini sirna. Bukan tidak mungkin pembekuan rekening inilah yang menjadikan FPI semakin sulit untuk bergerak dan membangkitkan dirinya kembali.

"Sebuah simbol organisasi tidak layak dijadikan sebagai alasan seseorang untuk menjadi relawan peduli bencana. Siapapun, kapanpun, dan dimanapun bisa turut serta menyalurkan kepeduliannya mesti tanpa naungan sebuah organisasi resmi. Yang terpenting adalah niatan untuk membantu serta meringankan beban orang lain yang tertimpa musibah dan bencana itu."

Narasi pemberitaan dari sekelompok orang yang mendukung keberadaan FPI seringkali mengunggah informasi terkait betapa pedulinya FPI terhadap masyarakat yang tertimpa musibah bencana. 

Para relawan dari FPI seringkali muncul dalam masa-masa krisi tersebut menjadi dewa penolong yang bahu-membahu meringankan penderitaan rakyat. Sebuah aksi yang patut dipuji dan diapresiasi tentunya. 

Lantas ketika FPI dibubarkan oleh negara sementara di sisi lain tengah terjadi juga beberapa musibah bencana alam yang menimpa negeri ini, ada yang mengabarkan bahwa relawan bencana terlihat lebih minim jumlahnya daripada waktu-waktu terdahulu. 

Mereka menyinggung bahwa inilah efek dari pembubaran FPI dimana pemerintah yang seharusnya berterima kasih karena dibantu oleh para relawan FPI menanggulangi dampak bencana kini harus bekerja sendiri dan sampai mencari bala bantuan. Negara telah kehilangan FPI. Paling tidak seperti itulah opini yang ingin dibangun para simpatisan FPI kepada publik.

Dalam banyak peristiwa dimana terjadi bencana yang menimpa suatu kawasan negeri ini bisa jadi relawan FPI muncul di sana. Turut membantu aparat dan juga masyarakat untuk terlibat dalam setiap proses penanganan pasca bencana. Namun ketika FPI sebagai sebuah organisasi hilang dan kemudian dihubungkan dengan kurangnya tenaga relawan bencana rasa-rasanya hal itu justru aneh. Mengapa? 

Menjadi seorang relawan bencana jelas-jelas merupakan bentuk pengabdian terhadap kemanusiaan. Mereka seharusnya berjuang bukan demi memperkenalkan organisasinya, tetapi semata-mata untuk menjadikan diri sebagai manusia yang bermanfaat bagi sesama. 

Seharusnya tanpa adanya embel-embel logo atau simbol organisasi manapun seseorang yang tergerak hatinya untuk menjadi relawan akan tetap bergerak dan berjuang ke sana. Karena setiap kebaikan tidak butuh alasan yang terkait dengan simbol-simbol semacam itu. Semua hendaknya didasarkan sebagai sarana ibadah dan pengabdian kepada Sang Pencipta.

Terlepas dari benar tidaknya keputusan pemerintah membubarkan FPI hal itu semestinya tidak pernah menjadi alasan atas kurangnya relawan korban bencana. Mengingat hanya legalitas organisasinya saja yang dihilangkan, sedangkan orang-orangnya masih ada. 

Jikalau di masa lalu FPI banyak dikabarkan sebagai sekumpulan orang yang memiliki kepedulian besar terhadap penanganan bencana maka sekarang pun seharusnya tidak berubah. Terkecuali memang ada pamrih dibalik semua upaya itu.

Hal ini juga berlaku bagi semua jenis organisasi kemayarakatan yang kerap melabeli dirinya peduli rakyat kecil, peduli penanggulangan bencana, dan menganggap dirinya berdiri bersama rakyat. Segenap logo, simbol, atau identitas organisasi bukanlah alasan untuk melakukan sebuah langkah kebaikan. 

Organisasi hanyalah wadah berkumpul. Dan organisasi itupun bisa bersifat resmi maupun tidak resmi. Tapi selama niatannya adalah untuk menebar kebaikan kepada sesama maka legalitas tidaklah lebih penting dari apapun. Apalagi akhir-akhir ini musibah bencana alam seperti gunung meletus, banjir, hingga tanah longsor terjadi. Para korban tentu butuh perhatian dan pertolongan. Seandainya ada relawan yang berkenan membantu mereka tanpa pamrih tentunya hal itu akan sangat mereka syukuri. 

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun