Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Biaya Pilkada Saat Pandemi Covid-19 Mahal di Penyelenggaraan, tapi Murah dalam Pencalonan?

19 Oktober 2020   10:00 Diperbarui: 21 Oktober 2020   08:25 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Asiska chika on Unsplash

Termasuk juga bagi para politisi yang berjibaku dalam kontestasi pilkada sedikit banyak akan memerlukan peran keberadaan para buzzer dan influencer tersebut untuk mengerek citranya di mata publik.

Influencer maupun buzzer yang bisa memikat dan menggiring opini publik menuju salah satu kandidat pastilah akan memiliki nilai jual tinggi. Internet marketing dan sebangsanya kemungkinan besar akan lebih mendapatkan atensi dari para "pemburu" jabatan publik tersebut. 

Pesona mereka melalui media sosial sudah akan menjadi acuan utama menarik minat pemilih seiring meningkat pesatnya jumlah pemilih dari kalangan muda yang notabene akrab dengan media sosial tersebut.

Sementara popularitas para influencer dan buzzer meroket, ada potensi ancaman lain terhadap kelangsungan demokrasi kita. Sebaran berita hoaks yang mengarah pada politik identitas kebabalasan bisa jadi memicu kegaduhan lain. 

"Perang" antar influencer ataupun buzzer bisa saja terjadi mendahului kontestasi pilkada 9 Desember 2020 nanti. Siapa membela siapa hanya akan membuat publik galau terhadap semua kandidat yang ada. Hal ini sangat tidak sehat apabila kontestasi para calon kepada daerah justru mengarah pada adu citra, bukan adu visi misi. 

Dalam hal ini sepatutnya semua "pelaku" yang terlibat bisa mengadopsi para internet marketer ketika menjual produk-produk di pasar online. Mereka melakukan adu kreativitas, bermain copywriting, mengunggah video kreatif, dan lain sebagainya. Namun hampir tidak ada atau kecil sekali cara promosi mereka yang menjelek-jelekkan produk lain. Justru keunggulan produklah yang dikedepankan.

Apabila semua pemimpin yang bersaing dalam kontestasi pilkada nanti benar-benar memikirkan nasib kualitas demokrasi kita maka semestinya mereka "menjual" keunggulan dari visi misi mereka, bukan menjual keburukan calon lain. 

Begitupun bagi para pendukung yang terlibat seperti buzzer atau influencer terlepas dari mereka dibayar atau tidak seharusnya juga bisa mengedepankan kualitas demokrasi bangsa diatas segalanya. Kalau bukan kita yang turut menjaganya maka siapa lagi?


Salam hangat,
Agil S Habib

Refferensi : [1]; [2]; [3]; [4]; [5]; [6]; [7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun