Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Telat Bayar Kontrakan, Haruskah Sampai Diusir dan Dibiarkan Hidup Menggelandang?

4 September 2020   13:40 Diperbarui: 4 September 2020   13:35 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar tunawisma yang hidup di pinggir jalan | Sumber gambar : news.detik.com

Sebuah kisah pilu belakangan dialami oleh sebuah keluarga yang terusir dari tempat kosnya karena telat membayar uang bulanan. Peristiwa semacam ini sebenarnya jamak terjadi di beberapa tempat. Namun kasus yang dialami oleh Andika Pratama, seorang pemuluang beserta istri yang memiliki bayi baru berusia satu bulan itu terasa begitu memilukan. 

Si kecil yang semestinya mendapatkan perlindungan secara layak itu akibat orang tuanya diusir dari rumah kontrakan terpaksa harus tidur di pinggir jalan di atas gerobak sampah. 

Sebuah tempat yang amat tidak layak bagi anak kecil seusianya. Profesi sang ayah yang hanya sebagai pemulung tidak cukup untuk membayar biaya kontrakan karena habis untuk kebutuhan makan sehari-hari. 

Dengan kondisi seperti itu ternyata si pemilik kontrakan lebih memilih untuk mengambil tindakan "tegas" mengganti gembok kontrakan yang bersangkutan sehingga Andika dan keluarganya tidak bisa masuk ke kamarnya lagi.

Beberapa tahun lalu saat masih menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di surabaya saya juga sempat mengalami situasi serupa. Pintu kamar yang biasanya hampir tidak pernah saya gembok tiba-tiba terkunci. 

Kala itu disinyalir yang mengunci adalah ibu pemilik kontrakan. Gegaranya adalah saya menunggak uang kontrakan selama beberapa bulan. Namun saya cukup beruntung kala itu karena masih ada kunci cadangan. Sehingga tanpa meminta-minta ke pemilik kontrakan pun saya bisa memasuki kamar kontrakan kembali. 

Hanya saja untuk menghindari situasi yang semakin panas saya mencoba mencari bantuan pinjaman ke teman sehingga cukup untuk membayar sebagian dari tunggakan biaya kontrakan. Meskipun belum lunas tapi setidaknya hal itu menjadi sebuah itikad baik bahwa saya masih berupaya untuk membayar. Alhamdulillah setelah pengalaman itu saya tidak lagi mengalami peristiwa seperti itu lagi.

Terusir dari kontrakan apalagi dengan cara seperti itu jelas saja menyakitkan. Dianggap tidak mau membayar, lantas kemudian diusir agar pergi menjauh dari tempat tersebut. 

Disatu sisi pemilik kontrakan mungkin ingin memberikan efek jera kepada penghuni yang tidak menunaikan kewajibannya membayar. Akan tetapi disisi lain seharusnya ia tidak sampai berbuat begitu keterlaluan. Tidakkah ada upaya mediasi diantara keduanya untuk mencari solusi atas permasalahan "gagal bayar" tersebut? Bagi saya atau sebagian orang yang lain mungkin diusir seperti itu bisa saja dianggap biasa. Masih ada kesempatan mencari tempat lain untuk singgah. 

Bisa menumpang ke teman, bisa pinjam kiri kanan untuk tlanagi sementara biaya kontrakan, dan lain sebagainya. Hanya saja memang sebagian kalangan tertentu hidup sebatang kara sebagai perantau. 

Menumpang ke tempat lain bisa jadi justru dianggap memberatkan dan membebani orang lain. Apalagi dengan situasi seperti yang dialami oleh Bapak Andika tersebut. Mempunyai istri dan anak kecil yang masih berusia satu bulan. Tidakkah sang pemilik kontrakan memiliki rasa iba sedikitpun terhadap kondisi mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun