Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Upaya Jokowi Hapus Stigma Rezim Anti Kritik dengan "Simbolis" Bintang Mahaputra Nararya

12 Agustus 2020   15:40 Diperbarui: 12 Agustus 2020   15:43 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Fadli Zon | Sumber gambar: www.bentengsumbar.com

Dua politisi yang selama ini dikenal kritis terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini diberitakan bakal menerima penghargaan Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Republik Indonesia. Sebuah penghargaan yang diberikan kepada mereka yang dianggap berjasa serta memiliki dedikasi tinggi dalam pengabdian terhadap bangsa dan negara.

Sebenarnya sah-sah saja penghargaan ini diberikan kepada siapapun selama alasannya benar-benar tepat sebagaimana yang diamanahkan undang-undang. Tanpa bermaksud meremehkan peran Bapak Fahri Hamzah dan Bapak Fadli Zon, pemberian penghargaan ini kepada beliau berdua memang memantik kontroversi publik. Apalagi selama ini dua politisi senior ini cenderung dikenal dengan kevokalannya mengkritik kebijakan pemerintah.

Apakah justru karena sikap vokal mereka inilah yang lantas menjadikan beliau berdua layak menyandang penghargaan Bintang Mahaputra Nararya? Apakah selain Fahri Hamzah dan Fadli Zon tidak ada pihak-pihak lain yang dengan lantang berani mengkritisi kebijakan pemerintah? Ataukah sebenarnya ada "misi" lain yang sedang diemban oleh Presiden Jokowi dalam rangka menghapus stigma publik perihal rezim anti kritik yang disematkan kepada pemerintahannya?

Sebuah media terkemuka tanah air beberapa waktu lalu menyoroti era pemerintahan Presiden Jokowi dimana ada sebagian aktivis yang ditangkap polisi atas tudingan melanggar pasal ujaran kebencian seperti yang dialami oleh aktivitas mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Mohamma Hisbun Payu.

Pasal serupa juga pernah dikenakan kepada salah seorang remaja asal Medan bernama Ringgo karena dinilai melakukan penghinaan terhadap presiden dan juga kapolri. Belum lagi jika membahas perihal adanya tindakan represif terhadap forum diskusi yang mengusung topik Pemecatan Presiden. Kritikan ekonom Rizal Ramli terhadap pemerintah yang berujung serangan BuzzerRp terhadap diri beliau pun semakin melengkapi saja hal ini. Menambah daftar adanya antipati rezim terhadap sikap kritis publik. Meskipun semua tudingan yang dialamatkan kepada pemerintah itu semuanya disangkal, tapi tidak sedikit kalangan yang menilai bahwa era pemerintahan Jokowi memang menunjukkan realitas seperti itu.

Anggapan inilah sepertinya yang sepertinya coba dihapus oleh Presiden Jokowi dan jajarannya. Ketika setiap penyangkalan atas fakta dilapangan masih seringkali diacuhkan publik, tentu harus ada sebuah langkah luar biasa guna menarik kembali simpati publik. Apalagi ditengah situasi pandemi dimana kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin merosot, maka stigma anti kritik tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

Saat beberapa waktu lalu sebuah ledakan besar di Beirut memicu gelombang protes agar pemimpin tertinggi negara tersebut mengundurkan diri, yang kemudian ditaati oleh sang pemimpin, maka situasi ini tidak boleh "menular" dan menjalar ke dalam negeri yang berujung pada meningginya tensi gerakan meminta mundur presiden.

Pemerintah tentu harus menormalkan kembali persepsi publik terhadap tata kelola pemerintahnya. Salah satunya yaitu dengan menciptakan kesan bahwa pemerintah yang ada sekarang adalah pemerintah yang bersahabat, terbuka atas masukan, dan bukan merupakan rezim otoriter. Untuk itu perlu ada sebuah "simbol" untuk menunjukkan hal itu.

Sebagai tokoh yang getol melontarkan kritik kepada pemerintah, maka sosok Fahri Hamzah dan Fadli Zon adalah figur yang tepat untuk mewakili sikap publik terhadap pemerintah. Dengan memberi mereka bintang jasa maka seakan-akan pemerintah ingin menyangkal, "Kami bukanlah rezim yang anti kritik seperti dugaan kalian. Justru kami menghargai mereka yang lantang mengkritik kami".

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun