Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Darurat atau Darurat Kurikulum?

10 Agustus 2020   07:36 Diperbarui: 10 Agustus 2020   07:45 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses belajar di sekolah | Sumber gambar : www.indozone.id

Seiring dengan banyaknya keluhan dari para guru yang merasa kurang bisa maksimal menyampaikan materi pelajaran kepada siswa-siswinya selama pemberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kebudayaan) melalui menterinya Mas Nadiem Makarim menyajikan opsi alternatif penerapan Kurikulum Darurat. Dalam kurikulum ini beberapa kompetensi dasar akan disederhanakan untuk setiap mata pelajaran. 

Sebagaimana diketahui selama PJJ berlangsung, rentang waktu proses belajar mengajar hanya dilakukan kira-kira dua sampai empat hari seminggu dengan durasi waktu belajar maksimal hanya dua jam saja per harinya. Padahal kurikulum pembelajaran yang mesti dikejar cukup banyak. 

Pada situasi belajar normal setiap peserta didik harus melahap beberapa mata pelajaran sekaligus setiap harinya untuk dituntaskan. Dengan sekat batas ruang dan waktu yang hadir akibat efek pandemi COVID-19, maka beban penuntasan kurikulum itu terasa semakin berat. Apalagi para guru seperti mendapatkan tugas tambahan untuk berkomunikasi intensif dengan para orang tua siswa, sehingga upaya menyampaikan setiap materi pelajaran yang telah dirancang sebelumnya menjadi tidak optimal.

Keberadaan kurikulum darurat diharapkan mampu membuat peserta didik lebih dokus pada kompetensi yang esensial dan kompetensi-kompetensi yang menjadi prasyarat untuk menuju pembelajaran di jenjang berikutnya. Jika pada akhirnya kurikulum darurat menjadi acuan pelaksanaan proses belajar mengajar di tengah pandemi, hal ini sebenarnya memunculkan pertanyaan lain terkait kegelisahan sebagian kalangan atas situasi kurikulum pendidikan di Indonesia yang masih terlalu berat dan kaku. 

Hal ini disampaikan oleh pengamat pendidikan sekaligus Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia periode 2016 -- 2021, Muhammad Ramli Rahim. Beliau mengatakan bahwa jumlah mata pelajaran untuk siswa-siswi SMA dan SMP di Indonesia terlalu banyak. Hal ini dinilainya memberatkan siswa dan pengajaran yang dilakukan oleh guru menjadi tidak ekfetif. Belakangan kondisi kurikulum kita semakin terasa kerumitannya, terutama kala PJJ berlangsung. Kurikulum standar yang berlaku untuk pendidikan di Indonesia ternyata kurang efektif dan efisien.

Untuk menjaga level kualitas pendidikan anak-anak bangsa dimasa pandemi khususnya apakah pemerintah perlu sesegera mungkin memberlakukan kurikulum darurat ini atau kurikulum pendidikan kita secara keseluruhan yang sebenarnya mengalami status darurat untuk dilakukan perubahan segera? 

Penilaian Muhammad Ramli Rahim terkait kurikulum pendidikan kita yang kurang fleksibel memantik banyaknya mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah-sekolah. Seharusnya jumlah mata pelajaran yang ada saat ini bisa dikurangi lagi. Bukan semata karena pandemi, tapi untuk seterusnya proses belajar mengajar perlu dibuat lebih sederhana daripada yang berlaku saat ini.

Momentum Pandemi

Pandemi COVID-19 bisa dikatakan telah membuka banyak tabir yang menyelimuti berbagai sektor di bangsa ini. Salah satunya sektor pendidikan. Ketika sebuah momen menuntut adanya pemberlakuan kurikulum daruat, hal itu semestinya menjadi peringatan dini bahwa ada yang tidak beres dengan sistem pendidikan kita. 

Materi pelajaran yang bejibun ternyata tidak berkorelasi positif dengan peningkatan kreativitas siswa. Sudah bertahun-tahun sebenarnya hal ini menjadi topik hangat pembahasan para pemerhati pendidikan di tanah air. Dan sudah bertahun-tahun juga solusi masalah atas hal ini tak kunjung ditemukan. Yang terjadi justru bongkar pasang sistem pendidikan yang pernah menemui hasil terbaik dari semua perubahan itu.

Mengacu pada pernyataan Mas Nadiem beberapa waktu lalu bahwa pendidikan saat ini sedang diupayakan untuk link and match dengan kebutuhan industri di masa depan. Secara tidak langsung hal ini sudah mengarahkan bahwa dunia pendidikan kita menuju mental pegawai. Nalar kreatif kurang mendapatkan porsi perhatian yang semestinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun