Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Saat Anak Buah Mengklaim Diri Lebih Pintar dari Atasan, Bagaimana Cara Menyikapinya?

6 Juli 2020   13:58 Diperbarui: 6 Juli 2020   13:55 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : www.urbanhire.com

Sebagian atasan mungkin menilai hal itu perlu dilakukan agar aktivitas pekerjaan bisa berjalan lancar tanpa penentangan dari anak buah. Akan tetapi, mereka mungkin akan menghadapi dilema saat mendapat cecaran pertanyaan dari atasannya yang lebih tinggi lagi.

Dalam sebuah organisasi keberadaan struktur organisasi menjadi landasan seseorang untuk memberi penugasan dan menerima penugasan  ke orang lain.

Seorang dengan kewenangan lebih tinggi di tubuh organisasi memberi instruksi kepada tim di bawahannya, dan terus berlanjut hingga tingkat paling bawah selaku eksekutor.

Didalam struktur organisasi itu ada kalangan level menengah yang menjadi penghubung instruksi antara pemegang tampuk kewenangan tertinggi hingga yang paling dasar. Tidak jarang dalam hal ini terdapat perbedaan sudut pandang antara satu orang dengan orang yang lain.

Termasuk ketika seorang karyawan fresh graduate diminta atasannya untuk menunaikan intruksi kerja kepada tim dibawahnya lagi.

Situasinya bisa jadi mudah bagi sebagian orang, namun juga bisa terasa sulit untuk menyambung instruksi kepada tim eksekusi tugas tersebut.

Disinilah rentan terjadi konflik antara atasan dan bawahan. Yang paling terasa tidak menyenangkan adalah saat ada anak buah yang menganggap diri mereka lebih cakap dibandingkan atasan mereka sendiri. Terlebih ketika hal itu ditampilkan secara frontal oleh seorang anak buah kepada atasannya.

Sebenarnya bukan atasan berstatus baru saja yang rentan menerima perlakuan demikian. Para atasan berstatus lama juga bisa mengalami perlakuan semacam ini apabila didalam tubuh tim tersebut "bersemayam" seorang anak buah yang memang punya kecenderungan memberontak dan membanggakan kemampuan dirinya sendiri. Orang lama ataupun baru berstatus bawahan semuanya memiliki potensi yang sama untuk bertindak demikian.

Apabila kita berada dalam situasi dimana harus bertindak sebagai seorang atasan yang memiliki anak buah "keminter" seperti itu, tindakan apa yang mesti dilakukan?

Beberapa hal berikut mungkin bisa menjadi rujukan terkait apa dan bagaimana seharusnya dillakukan seorang atasan guna menyikapi perilaku anak buah yang seperti itu.

1. Memahami Detail Pekerjaan

Pemahaman kita terhadap persoalan memegang peranan penting dalam suatu pekerjaan. Memberikan instruksi kerja tanpa kita terlebih dahulu memahami duduk persoalan tentu tidak baik. Ada potensi arahan kita tidak dipahami dengan baik oleh anak buah, atau mungkin saja kita dibuat malu karena memberikan petunjuk yang salah. Ada hal-hal teknis dan strategis yang mesti diperhatikan agar suatu instruksi bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Sehingga hampir dalam setiap pekerjaan para karyawan baru khususnya yang minim latar belakang di bidang tersebut perlu mendapatkan pendampingan yang memadai. Tujuannya adalah untuk menyelaraskan pemahaman terhadap suatu pekerjaan. Hal ini penting sebagai bekal dasar seseorang sebelum nantinya beranjak untuk memberikan instruksi kepada anggota tim dibawahnya. Selain itu, umumnya sebuah perusahaan memberlakukan periode training atau ujicoba kerja selama beberapa bulan. Tujuan utamanya adalah agar seseorang bisa belajar terlebih dahulu atas pekerjaannya. Semakin banyak belajar, dan semakin cepat mempelajarinya maka akan semakin baik.

Sebisa mungkin seseorang perlu melihat secara rinci dan mendetail perihal job desk-nya. Agar ketika ia sudah "dilepas" untuk menjalankan pekerjaannya secara mandiri, hal itu tidak akan membuatnya dipermalukan dihadapan para anak buahnya. Atau minimal tidak menjadi bahan gunjingan dari balik "layar". Perbanyak menggali informasi dalam setiap tugas atau hal-hal yang terkait lainnya. Ajukan pertanyaan untuk mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut. Mengingat tidak jarang ada juga orang-orang baru yang "disesatkan" pemahamannya oleh orang lama yang memang "iseng" dengan ulahnya tersebut.

2. Komunikasi dan Kroscek dengan Atasan

Sebagai sosok pelaksana dan penjembatan instruksi dari atasan yang lebih tinggi, hal itu mengharuskan kita untuk tidak hanya menjalin komunikasi dengan anggota tim atau anak buah yang terdapat di bawah. Penting bagi kita untuk tetap berkomunikasi, berkoordinasi, bertukar pikiran, serta melakukan cek dan ricek dengan atasan kita tersebut. Para atasan kita itu tentu memiliki pemikiran dan strateginya yang ingin agar kita implementasikan di lapangan. Untuk itu kita harus menangkap betul maksud dibalik setiap perintah atasan kepada diri kita.

Selama menjalankan instruksi atasan itupun situasinya tidak akan serta merta mulus seperti harapan. Kondisi di lapangan bisa sangat berbeda dengan perkiraan sehinggu memicu munculnya beragam penilaian. Strategi yang dibuat oleh atasan kita bisa saja dieksekusi secara berbeda oleh tim eksekutor. Tentu berdasarkan pertimbangan tertentu. Saat perbedaan pandangan itu terjadi kita tidak boleh menjadi sebatas "messenger" atau penyampai pesan saja. Apa yang dipahami oleh anggota tim tidak harus seratus persen disampaikan demikian kepada atasan. Sebaliknya saat atasan menyampaikan beberapa hal untuk dieksekusi di lapangan, kita juga harus tanggap untuk menyampaikan beberapa hal yang berpotensi membuat rencana atasan kita tersebut tidak realistis atau sulit dieksekusi. Wawasan dan kepekaan kita sangat penting dalam hal ini. Dengan komunikasi yang intensif maka hal itu akan menjadi jalan tengah terbaik untuk menuntaskan semua persoalan.

3. Melihat Sudut Pandang Anak Buah

Seorang atasan memiliki pandangan tersendiri berdasarkan apa yang diyakininya. Demikian juga dengan anak buah kita pun juga melakukan hal serupa. Sudut pandang itulah yang perlu kita kenali. Kemampuan kita terkait hal ini akan menjadikan keberadaan kita lebih diakui. Tidak dipandang sebatas "kurir" informasi belaka. Kita yang memiliki kewenangan untuk memberi instruksi kepada anak buah harus mencoba menggali maksud dari pemahaman mereka. Jikalau pemahaman mereka salah maka perlu diluruskan, begitu pun sebaliknya bisa jadi ada pemahaman yang tidak tepat dari kita atau atasan kita. Sehingga memang selayaknya seorang atasan memiliki pemahaman yang lebih menyeluruh dibandingkan tim dibawahnya.

Seorang anak buah bisa saja memiliki maksud yang baik atas pandangan yang dimilikinya. Hanya saja hal itu bisa jadi berisiko besar pada sisi yang lain. Tugas seorang pemimpin adalah bagaimana kita bisa mengakomodir hal itu dengan mencari titik keseimbangan atas semua pandangan yang ada. Saat seorang atasan bisa bersikap lebih bijak dan memiliki pandangan yang lebih komprehensif terhadap penilaian anggota timnya, maka seharusnya hal itu bisa menghindarkan dirinya dari peremehan anggota tim.

4. Keputusan Berdasar Data

Sikap dan pendirian terbaik adalah yang dilakukan berdasarkan acuan data valid dan akurat. Bukan semata pandangan yang didasari oleh kesukaan atau ketidaksukaan belaka. Memvonis sesuatu baik atau tidak harus bergantung pada status datanya. Menilai sesuatu baik atau tidak juga berdasarkan dari analisa terhadap data yang ada. Jadi, munculnya sebuah penilaian bukan berasal dari asumsi atau pemahaman sekilas saja, melainkan sudah melalui kajian yang bisa dipertanggungjawabkan. Pengalaman boleh berperan, namun hal itu perlu dibuktikan dengan keberadaan data.

Silang pendapat merupakan sesuatu yang lumrah. Dan tentunya perbedaan pandangan tersebut harus memiliki landasan yang jelas, yaitu datanya memang menunjukkan seperti itu. Dengan data kita bisa melihat sesuatu secara apa adanya, tidak ditunggangi oleh keberpihakan atau subjektivitas. Bisa jadi penilaian kita yang benar, bisa juga pendapat anak buah kita yang tepat, dan bisa jadi semua pemahaman kita ternyata tidak menunjukkan fakta seperti itu. Mngumpulkan data merupakan cara yang paling tepat untuk menemukan "kemurnian" sebuah sudut pandang. Menunjukkan dengan apa adanya apa yang harus dan tidak harus dilakukan terkait kondisi yang terjadi. Bahkan seorang bawahan pantang menerima begitu saja argumen dari atasannya apabila hal itu dirasa bertolak belakang dengan data dan fakta yang ada.

Itulah beberapa hal yang sekiranya bisa menjadi rujukan informasi perihal apa dan bagaimana yang seharusnya kita perbuat dalam mengatasi situasi yang dinamis dalam suatu pekerjaan. Termasuk juga potensi peremehan yang dilakukan oleh anak buah kepada kita selaku atasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun