Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyibak Fenomena "Mimpi" sebagai Dasar Pengambilan Keputusan

11 Juni 2020   07:05 Diperbarui: 11 Juni 2020   07:15 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mimpi | Sumber gambar : .merdeka.com/ lifekacer.com

Mimpi tersebut ternyata adalah pertanda bahwa ia kelak akan menjadi seorang nabi yang termashur. Terkadang mimpi yang dialami seseorang bisa menjadi gambaran petunjuk akan sebuah fenomena besar yang kelak akan terjadi dalam kehidupannya. Paling tidak hal itu bisa kita lihat dari kisah hidup Nabi Yusuf AS.

Satu lagi, sebuah sejarah besar umat Islam juga terjadi bermula dari mimpi. Yaitu ketika Nabiyullah Ibrahim AS mendapatkan mimpi untuk menyembelih putra tercintanya Nabi Ismail AS. Mimpi itu terus berulang beberapa kali hingga beliau meyakini bahwa itu adalah sebuah titah sang 

Sang Pencipta yang mesti beliau tunaikan. Padahal, Nabi Ismail AS adalah putra tercinta yang sudah beliau nantikan kehadirannya sejak sekian lama. Tapi justru disaat beliau sedang syang-sayangnya kepada putranya, hadir perintah Allah SWT lewat mimpi untuk menyembelih putranya itu. 

Sebagai seorang yang taat kepada Tuhannya, Nabi Ibrahim AS pun menunaikan perintah itu. Hingga pada akhirnya saat "eksekusi" hendak dilakukan, Allah SWT memerintahkan agar sang putra digantikan dengan domba atau kambing untuk disembelih. Kisah ini kemudian diabadikan dalam Hari Raya Idhul Adha dan ritual qurban yang setiap tahun umat muslim peringati.

Sebuah keputusan besar cukup banyak yang diambil lewat perantara mimpi. Namun tepatkah seseorang membuat keputusan hanya berdasarkan alasan mimpi belaka? Tidakkah membuat keputusan hanya berdasar bunga tidur itu sesuatu yang mengada-ada? Mungkin itulah penilaian yang dimiliki oleh sebagian orang. 

Tapi banyak cerita yang menunjukkan bahwa sebuah mimpi seringkali menjadi titik balik perubahan hidup seseorang. Hanya saja hal itu terjadi bukan dari mimpi "mentahan" saja. 

Mimpi itu perlu tindak lanjut sebagai bentuk kroscek atau klarifikasi. Seperti halnya Raja Mesir yang memverifikasi mimpinya kepada Nabi Yusuf AS yang memang ahli dalam menafsiri mimpi seseorang. Nabi Ibrahim AS pun tidak cukup bermimpi sekali untuk kemudian menilai itu sebagai perintah Tuhannya. 

Dalam banyak kasus seseorang yang kemudian memutuskan berhijrah juga mengalami beberapa mimpi tertentu seperti bersua Nabi Muhammad SAW, bersua orang terkasih, dan lain sebagainya lantas melakukan perenungan panjang terhadap mimpinya tersebut. Ada yang berkonsultasi dengan orang-orang yang dinilai kompeten, ada yang menunaikan Shalat Istikharah sebagaimana Dorce Gamalama lakukan, ada yang mencari literatur-literatur terkait isi mimpinya, dan lain sebagainya. Bagi mereka semua mimpi ibarat sebuah draft kasar sebuah kondisi yang mungkin menjadi petunjuk tentang langkah apa yang mesti ditempuh selanjutnya.

Mimpi tidak berdiri sendiri. Ia butuh klarifikasi dan upaya meyakinkan diri bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang biasa-biasa saja. Dan kategori bahwa mimpi itu luar biasa biasanya hanya ditangkap oleh si empunya mimpi atau beberapa orang yang cukup ahli dalam bidang itu. Tidak semua mimpi bisa dinilai demikian mengingat banyak hal dari mimpi itu yang tak lebih dari efek pikiran bawah sadar yang begitu besar rekamannya. 

Kita mesti bijak dan cermat untuk membedakan mimpi-mimpi apa saja yang layak dikategorikan sebagai mimpi yang luar biasa dan mana yang biasa-biasa saja. Tapi satu hal yang mesti kita tahu bahwa hidayah atau petunjuk dari Sang Pencipta tidak jarang hadir melalui perantara bunga tidur ini. So, selamat memaknai mimpi kalian.!

Salam hangat,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun