Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Keluarga Miskin Kelaparan Karena Covid-19 atau Kegagalan Negara Menjamin Hidup Warganya?

20 April 2020   09:51 Diperbarui: 20 April 2020   09:56 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasib orang miskin ditengah pandemi COVID-19 | www.alinea.id

Sebuah berita memilukan terjadi di salah satu belahan bumi Indonesia. Sebuah keluarga tidak meiliki makanan sama sekali dan terpaksa harus menahan lapar hingga dua kali lamanya karena tidak memiliki sepeser uang pun. 

Seorang ibu dengan empat orang anak, Yuli Nur Amelia, terpaksa harus menanggung derita ini karena penghasilan suaminya sebagai seorang tukang angkut sampah sangatlah tidak mencukupi. Di hari-hari biasa, sang suami umumnya mendapatkan penghasilan Rp 20 -- 25 ribu sehari. 

Setelah virus corona COVID-19 melanda, disebut-sebut hal itu mempengaruhi jumlah penghasilan keluarga tersebut. Sang suami kini hanya bisa memberi nafkah keluarganya dua hari sekali. Selama dua hari keluarga itu harus menahan lapar dengan hanya mengonsumsi air putih saja. Miris.

Pandemi COVID-19 benar-benar telah mengusik perekonomian. Tapi benarkah hal itu semata karena COVID-19? Alhamdulillah untuk Ibu Yuli dan keluarganya beberapa hari lalu telah mendapatkan bantuan. 

Pemberitaan viral tentang keluarganya sedikit banyak telah mengusik para pejabat publik negeri ini untuk berempati dan memberikan bantuannya. Semoga kelaparan yang keluarga kecil ini alami tidak berulang lagi di masa mendatang. 

Lalu bagaimana dengan nasib keluarga lainnya yang tidak cukup "beruntung" diberitakan kondisinya ke  publik? Saya kira masih cukup banyak orang-orang diluar sana mengalami nasib serupa. Mengalami keterdesakan kondisi ekonomi yang entah sampai kapan akan usai. 

Mereka hanya sebatas berharap bahwa kondisi mereka akan membaik. Pertanyaannya, apakah harapan itu terkait agar segera berakhirnya pandemi COVID-19 atau ada harapan lain yang lebih dari sekadar itu?

COVID-19 harus diakui memang memberikan efek negatif bagi cukup banyak orang. Tapi sebuah kelaparan yang terjadi seperti halnya yang dialami Ibu Yuli itu sebenarnya tidak murni karena COVID-19 saja. Disana ada sisi kegagalan negara dalam menyejahterakan warganya. 

Suami ibu Yuli yang seorang pengangkut sampah sebelum pandemi hanya memiliki penghasilan Rp 20 -25 ribu saja. Jauh dari kata cukup untuk sebuah kehidupan yang layak.

Apalagi mengingat keluarga tersebut juga memiliki empat orang anak. Dan beberapa diantaranya harus menerima kenyataan putus sekolah akibat keterbatasan biaya. Tanpa pandemi COVID-19 saja sebenarnya keluarga tersebut sudah sangat kesulitan dalam ekonomi.

Negara berkewajiban untuk menyejahterakan warganya. Hal ini termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial juga menjelaskan hal serupa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun