Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kehidupan "Berjarak" Pascapandemi

9 April 2020   08:11 Diperbarui: 9 April 2020   08:13 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah ada banyak hal yang berubah sejak pandemi COVID-19 melanda dunia belakangan ini. Kebiasaan berjabat tangan yang biasanya dilakukan oleh hampir setiap orang sebagai sikap hangat, bersahabat, ataupun hormat adalah "korban" pertama yang mesti dihilangkan. karena ditengarai menjadi salah satu sebab penularan COVID-19 antar manusia. 

Kini, bahkan seorang santri pun "enggan" menjabat dan mencium tangan kyainya. Diluar negeri, uluran tangan Kanselir Jerman Angela Merkel pun "ditolak" menterinya. Tapi bukannya marah, tapi hal itu justru dimaklumi.

Budaya cium pipi kanan dan kiri (cipika-cipiki) yang biasanya sering dilakukan oleh kebanyakan warga eropa "dilarang keras" untuk dilakukan. Terlebih Eropa saat ini tengah menjadi episentrum dunia terkait persebaran COVID-19. 

Sepertinya saya dan hampir segenap alumni pelatihan ESQ 165 tidak lagi bisa mempraktikkan salam "legendaris" yang dulu diajarkan selama pelatihan. Salam semut. 

Berjabat tangan erat sambil kemudian memeluknya. Kehidupan kita sekarang sepertinya akan berubah menjadi lebih berjarak. Kita tengah "dilatih" untuk physical distancing atau social distancing. Apalagi keberadaan media sosial dan perkembangan teknologi informasi sangatlah memungkinkan untuk itu. 

Semakin lama kita berkutat dengan kebiasaan menjaga jarak dengan orang lain, maka sepertinya kebiasaan itu akan terus terbawa untuk waktu-waktu setelahnya. Ibarat kata, sekarang kita sedang didoktrin untuk menjaga jarak satu sama lain. 

Kita tengah menjalani sebuah repetisi yang diarahkan oleh COVID-19. Kebiasaan lama kita akan banyak berubah setelah ini. Memang,  ada sebagian orang yang merasa begitu rindu kepada rekan atau sahabatnya tapi tidak bisa untuk memeluk mereka. Seraya berjanji suatu hari nanti ia akan memeluk para sahabatnya itu dengan erat satu-persatu. 

Namun siapa yang tahu setelah pandemi ini telah hilang perasaan serupa masih akan tetap ada. Mengingat pandemi ini akan berakhir saja kita masih belum sepenuhnya tahu. Beberapa pakar memprediksikan kapan bencana ini akan usai. 

Hanya saja biarpun dikatakan usai, kemungkinan besar anjuran untuk tetap waspada dan menjaga jarak masih akan tetap diberlakukan. Dengan kata lain, kita masih akan berjarak. Keintiman seperti sebelum masa pandemi kemungkinan tidak akan kita jumpai lagi.

Kehidupan Normal Baru

Kita tidak sedang berada dalam kondisi normal untuk saat ini. Paling tidak itulah yang terjadi apabila kita memaknai kenormalan adalah bisa hidup saling berdekatan satu sama lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun