Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat "Dosa" (Tak Lagi) Ampuh Mencegah Perbuatan Buruk Kita

10 Maret 2020   07:09 Diperbarui: 10 Maret 2020   07:26 2935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi dosa | Sumber : inilah.com

Dalam keyakinan di hampir semua agama terdapat satu gagasan umum yang menjadi batasan sikap dan perilaku seseorang dalam menjalani hidup. Batasan itu kita kenal selama ini sebagai "dosa" dan "pahala". Mereka yang berbuat baik akan memperoleh pahala, sedangkan mereka yang berlaku jahat atau berbuat buruk akan mendapatkan dosa. 

Dilarang berdusta karena itu dosa, demikian mungkin pengajaran yang kita terima sejak kecil. Jangan mencuri, jangan membunuh, jangan berzina, jangan mabuk-mabukan, dan jangan melakukan serangkaian perbuatan lain yang berkonotasi buruk. Kita diajarkan supaya menjauhi hal-hal tersebut. Apabila sampai melanggarnya maka kita akan berdosa.

Lalu apa masalahnya dengan kita mendapatkan dosa? Pemahaman umum yang selama ini kebanyakan orang miliki adalah dosa akan menyeret kita ke neraka. Neraka identik dengan siksaan dan segenap hal-hal buruk yang tidak diinginkan oleh manusia. Paling tidak itulah pemahaman secara umum yang kita punya selama ini. 

Melihat kondisi neraka yang penuh siksaan maka tidak sedikit diantara kita yang begidik mendengarnya. Sehingga kita pun berupaya untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk atau jahat tadi dengan harapan tidak mendapatkan jatah "tiket" neraka yang berupa dosa tersebut. Namun sayangnya pandangan kebanyakan orang saat ini dalam melihat "istilah" dosa malah cenderung menganggap remeh. Dosa yang dulu begitu dipandang "sakral" seakan kini cuma menjadi salah satu kata penghias bibir saja. Dosa tidak lagi ditakuti.

Beberapa kali saya menjumpai pernyataan orang-orang yang memandang dosa sebatas sebagai "ancaman" bagi anak kecil saja. Sesuatu yang sepertinya hanya berlaku untuk memperingati orang-orang di masa lalu. Mereka yang hidup di zaman modern cenderung menilai dosa bukan sebagai apa-apa. Saat orang-orang yang hendak berbuat maksiat diperingatkan bahwa perbuatannya adalah salah dan bisa berdosa jika tetap bersikukuh melakukannya, mereka malah menyangkal dengan enteng bahwa dosa itu urusan nanti. Bagi mereka yang terpenting sekarang ini mereka terpuaskan hasratnya. 

Sehingga tidak mengherankan kalau perbuatan nista seperti perzinahan, pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, perampokan, mengonsumsi narkoba, dan lain sebagainya begitu marak terjadi. Bahkan tidak sedikit yang secara terang-terangan mengumbar aib kemaksiatan itu di media sosial. Mem-posting perbuatan yang tidak selayaknya mereka lakukan apalagi dipertontonkan. Sungguh tidak ada lagi perasaan risih atau takut atas perilaku yang mereka lakukan.

Saat ini, barangkali hanya ancaman hukum pidana saja yang masih disegani oleh kebanyakan orang. Meskipun hal ini sebenarnya juga belum terlalu berdampak signifikan dalam mengurangi maraknya aksi kriminalitas atau maksiat. Karena bagaimanapun juga langkah preventif paling ampuh untuk mencegah perbuatan buruk seseorang adalah dari dalam diri mereka sendiri. Kesadaran seseorang untuk melawan dorongan perbuatan jahat jauh lebih penting dibandingkan pemberlakuan hukuman pidana berat sekalipun. 

Disinilah peranan akan "penghormatan" terhadap dosa dan pahala itu berperan. Seseorang yang meyakini bahwa perbuatan buruk itu berkonsekuensi dosa dan dosa adalah sesuatu yang harus dihindari akan mampu mengontrol dirinya dan terhindar dari perbuatan jahat serta aksi maksiat. Gagasan tentang dosa ini perlu didoktrinkan hingga meresap kedalam relung hati terdalam. Gambaran tentang dosa harus "diperjelas" agar semua orang memahami betapa "berbahayanya" ia.

Setiap orang dari yang masih berusia anak-anak hingga yang tua renta sekalipun perlu tahu dosa itu apa dan bagaimana. Apakah kita para orang tua saat ini sudah cukup memberikan mereka pemahaman perihal arti dari dosa? Jangan-jangan kita sendiri masih bingung dengan konsep ini. Mungkin kita sendiri masih menilai remeh keberadaan dosa sebagai sesuatu yang abstrak atau bahkan mengada-ada. Sebenarnya ada penjelasan yang cukup panjang perihal makna atau definisi dosa itu sendiri. 

Namun secara sederhana kita bisa mengibaratkan bahwa dosa ini adalah "alat tukar" perbuatan buruk kita, dan sebaliknya dengan pahala yang menjadi alat tukar perbuatan baik kita.  Alat tukar ini nantinya akan menjadi "sarana" kita untuk "menikmati" wahana yang tersedia di surga atau neraka. Makin banyak alat tukar dosa, maka makin banyak wahana siksa yang diperoleh. 

Begitupun sebaliknya. Diantara keduanya memiliki "unit satuan" terkecil yang kelak akan diperbandingkan atau ditimbang satu sama lain. Mereka yang memiliki bobot dosa atau pahala lebih tinggi dari yang lain akan diberikan balasan setimpal. Dengan demikian, konsep tentang dosa dan pahala baru akan benar-benar direnungi oleh seseorang tatkala mereka meyakini pertemuan dengan Tuhannya. Atau dengan kata lain sisi spiritualitas harus melekat pada diri seseorang.

Melihat kasus-kasus kriminalitas yang belakangan ini terjadi seperti pembunuhan oleh remaja 15 tahun terhadap seorang balita, permerkosaan anak dibawah umur, pembunuhan sadis, korupsi, pencucian uang, serta beberapa tindak kejahatan lain semuanya terjadi oleh karena kerapuhan seseorang dalam meyakini keberadaan dosa. 

Saat dosa tidak lagi dipandang secara hormat, maka apapun perbuatan yang berafiliasi dengannya juga akan diremehkan. Perbuatan yang "bernilai" dosa dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Seolah kita tidak pernah yakin bahwa kelak kita akan menghadapi hari perhitungan. Hari dimana kebaikan atau keburukan seberat atom sekalipun diperhitungkan. Semoga kita semua bisa terhindar darisegala perbuatan dosa.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun