Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dikeluarkan dari Daftar Negara Berkembang, Nasib Indonesia (Tidak) di Tangan Amerika Serikat

25 Februari 2020   10:11 Diperbarui: 27 Februari 2020   13:24 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia negara maju? | Sumber gambar : www.minews.id

Baru-baru ini pemerintah Amerika Serikat (AS) membuat sebuah keputusan mengeluarkan Indonesia dari kelompok negara berkembang. Bersama beberapa negara lain seperti China, Malaysia, Thailand, India, dan lain-lain. Pencabutan "status" sebagai negara berkembang yang dilakukan oleh AS ini sebenarnya tidak turut merubah status Indonesia dalam daftar yang dirilis oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

Namun hal ini sedikit banyak akan berdampak terhadap daya saing Indonesia dalam sistem perdagangan dunia. Yang paling dikhawatirkan adalah hilangnya kesitimewaan yang selama ini diperoleh Indonesia terkait Generalized System of Preference (GSP) yang menyangkut fasilitas keringanan bea cukai. 

Fasilitas tersebut terancam hilang seiring "naiknya" status Indonesia dari negera berkembang ke negara maju. Apabila hal ini sampai terjadi maka bisa-bisa daya saing produk kita akan tersisihkan oleh produk sejenis dari negara lain khususnya di pangsa pasar AS.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), untuk periode Januari 2020 jumlah ekspor non migas kita ke AS menduduki posisi tertinggi kedua setelah China. Bisa dibilang AS merupakan pangsa pasar yang strategis untuk produk-produk non migas kita. Hal ini ditunjang dengan keistimewaan terkait fasilitas cukai yang selama ini Indonesia dapatkan. 

Entah apa yang akan terjadi jikalau keistimewaan ini nantinya benar-benar dicabut oleh AS. Kita tidak bisa lagi berharap situasi serupa akan terjadi, melainkan harus mengupayakan sebuah cara agar kita mampu menghasilkan produk berkualitas sembari tetap efisien dalam proses produksi. Inilah yang kita perlukan sebenarnya. Kemampuan untuk menjadi lebih produktif, lebih efektif, dan lebih efisien.

"Kebaikan hati" pemerintah AS yang selama ini memberikan fasilitas cukai bukanlah sesuatu yang bisa diharapkan berlangsung selamanya. Itu hanya "bantuan" sementara yang harus ditindaklanjuti dengan menciptakan sebuah sistem produksi yang sustainable serta efisien. Indonesia harus mampu bersaing di jajaran atas dengan produk-produk dari negara lain bukan atas dasar "subsidi" cukai dari negara lain, melainkan karena kualitas produk kita memang layak untuk itu. 

Jikalau terus mengharap kebaikan hati AS, maka mau sampai kapan hal itu dilakukan? Sampai Indonesia siap? Lantas kapan siapnya? Saat ini Indonesia memang masih bisa menikmati GSP dari AS. Kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menyiapkan produk-produk dalam negeri kita bisa mencapai level tinggi sebagaimana milik negara-negara lain yang lebih maju.

Perkembangan nasib Indonesia di masa mendatang tidaklah ditentukan oleh AS, China, atau negara-negara lainnya. Akan tetapi nasib Indonesia sepenuhnya ditentukan oleh tangan kita sendiri. Dikeluarkan atau tidak dari daftar negara berkembang hal itu tidak akan berdampak buruk pada Indonesia selama kita siap untuk menghadapi tantangan itu. 

Kini tantangan itu sudah didepan mata. Hanya berhadap agar AS tetap memberikan GSP kepada kita tetapi tidak diimbangi dengan langkah maju untuk menjadi lebih baik bukanlah sikap yang tepat. Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyanni perihal pentingnya produktivitas, daya saing, konektivitas, dalam rangka menciptakan ongkos produksi yang lebih efisien perlu dibuktikan dalam aksi nyata. 

Dengan demikian kita akan benar-benar layak disebut sebagai negara maju, bukan sekadar "label" yang disematkan oleh negara lain seperti yang dilakukan AS. Mampukah?

Salam hangat,

Agil S Habib

 

Refferensi :

[1]; [2]; [3]; [4]; [5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun