Sampai-sampai untuk memilih jodoh saja sampai harus dibuatkan fatwa. Ataukah pemerintah kita tidak yakin dengan pengetahuan beragama masyarakatnya?
Kalau memang demikian maka cara yang ditempuh seharusnya dengan jalur pendidikan formal dan informal guna memberikan edukasi kepada masyarakat terkait hal-hal tertentu dalam agama. Bukan memilih jalur pembuatan fatwa. Memangnya fatwa itu akan diikuti?
Sampai saat ini saya masih meyakini bahwa menikah itu membuka pintu rezeki. Hanya saja apakah orang-orang di luar sana juga memiliki keyakinan yang sama seperti itu? Memiliki keyakinan sangatlah penting karena itu kunci pertama untuk memulai langkah.Â
Namun sepertinya semakin banyak yang hilang keyakinan atas hal ini. Ironisnya, justru itu terlihat didalam diri Ulil Amri yang memiliki tugas mengurus kepentingan umat. Semestinya pemerintah tidak menjadi "kompor" yang memanasi pesimisme pernikahan tidak menjadikan hidup sejahtera.Â
Sebaliknya, pemerintah harus memfasilitasi segenap keluarga Indonesia khususnya yang masih berada dalam taraf kemiskinan agar didorong untuk menjadi lebih kreatif menemukan sumber penghasilan baru. Memberikan mereka pelatihan kinerja atau sejenisnya.
Sepertinya kita butuh cara yang lebih kreatif untuk mengatasi permasalahan kemiskinan daripada sekadar mendorong lahirnya fatwa menikah antarkelas ekonomi.Â
Negara-negara maju di Timur Tengah yang notabene banyak beragama Islam saja tidak memerlukan sebuah fatwa menikah untuk memperbaiki taraf hidup warganya.Â
Tidakkah lebih baik bagi kita untuk belajar kepada mereka? Agama sudah memiliki ranahnya untuk mengatur tata kehidupan seorang penganutnya. Tidak perlu hal itu didomplengi untuk sesuatu yang tidak perlu.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi :