Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menunda-nunda "Resign", Baguskah?

17 Februari 2020   12:09 Diperbarui: 17 Februari 2020   15:45 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi berhenti dari pekerjaan (Riccardo_Mojana) via Kompas.com

Merasa sudah tidak nyaman dengan tempat kerja saat ini, tapi masih ragu-ragu untuk "mengakhiri masa bakti"? Ingin pindah kerja tetapi hati belum sepenuhnya mantap?.

Pertanyaan tersebut barangkali mewakili kegelisahan yang dirasakan oleh sebagian pekerja atau karyawan yang tengah menjalani profesi di sebuah perusahaan atau organisasi bisnis. Situasi kerja yang dirasa sudah tidak kondusif lagi karena berbagai hal mendorong seseorang untuk menemukan tempat baru yang lebih nyaman.

Hanya saja terkadang untuk mengalihkan "hati" tidaklah semudah yang dikira. Pertimbangan-pertimbangan seperti keluarga, jarak tempuh, besaran gaji, status kepegawaian, situasi kerja, dan lain sebagainya seringkali menjadi sesuatu yang bukan hanya "mendorong" seseorang untuk resign, tetapi juga "menggelayuti" seseorang untuk bergegas keluar dari tempat kerjanya yang lama. 

Sebenarnya ingin resign, tapi seiring keragu-raguan yang membayangi maka niatan itu terus ditunda-tunda. Tarik ulur keputusan terus dilakukan tanpa ada arah pasti dari akhir sebuah sikap.

Ketika susana sedang "baik", niatan untuk resign seperti menghilang begitu saja. Akan tetapi ketika suasana kembali "memanas" keinginan untuk resign begitu menggelora.

Ilustrasi resign | Sumber gambar : www.qmfinancial.com
Ilustrasi resign | Sumber gambar : www.qmfinancial.com
Terkadang memang ada sebuah tempat kerja yang seringkali mengaduk-aduk emosi pekerjanya. Pada suatu saat terlihat nyaman dan tenang. Tetapi pada saat yang lain senantiasa memancing emosi. Beberapa orang yang sudah memiliki ketetapan hati meninggalkan tempat kerja semacam itu tidak akan ragu mengajukan surat pengunduran diri.

Sayangnya langkah serupa belum tentu disikapi secara tepat sama oleh yang lain. Tentu dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Lantas memiliki kecenderungan "plin-plan" terkait resign atau tidak hingga kemudian mengambil langkah menunda-nunda adalah suatu sikap yang tepat? Baikkah hal itu untuk diri kita?

Tentukan Sikap yang Jelas
Memelihara keragu-raguan atas tempat kerja sebenarnya bukanlah sesuatu yang baik untuk dilakukan. Memang disatu sisi hal itu membuat kita terlihat lebih waspada. 

Namun di sisi lain sikap seperti ini justru meredam potensi diri kita dalam memberikan sumbangsih terbaik terhadap pekerjaan. Fokus kita akan teralihkan pada sesuatu yang bukan merupakan inti dari perjalanan karir, melainkan hanya pada aspek luarnya saja.

Sikap kita yang "abu-abu" terhadap status karir yang tengah kita jalani menjadikan diri kita ragu dalam melangkah ke depan, khususnya di tempat yang saat ini kita sedang eksis sebagai bagian dari karyawannya. 

Pada akhirnya kondisi seperti ini justru merugikan banyak pihak. Atasan bisa jadi dikecewakan, anak buah seperti "dipimpin" setengah hati, dan dedikasi untuk pekerjaan menjadi tidak utuh. Oleh karenanya perlu sekali kita mengambil sikap yang tegas terkait hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun