Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Lebih Mudah Memberi Saran Bijak ke Orang Lain daripada Bersikap Bijak pada Diri Sendiri?

8 Januari 2020   06:50 Diperbarui: 8 Januari 2020   06:56 2299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : today.id

Dalam beberapa kesempatan seorang teman berkeluh kesah terkait masalahnya, mulai dari masalah pekerjaan, hubungan pertemanan, hingga kondisi ekonomi.

Sebagai seorang teman tentu kita diharapkan mampu memberikan masukan yang positif agar bisa membuatnya lebih tenang dan tetap berprasangka positif menyikapi kondisinya tersebut.

Akhirnya sepatah dua patah nasihat pun kita haturkan laksana seorang filsuf yang menyampaikan untaian kalimat-kalimat sarat pesan bermakna. Setiap patah nasihat itu seperti dengan mudahnya mengalir dari lisan kita. Seakan kita adalah sosok paling bijak sedunia.

Seringkali menasihati orang lain memang lebih mudah dilakukan daripada menjadi orang yang dinasihati. Masalah-masalah yang dihadapi oleh orang lain kita lihat dari sudut pandang kita dan bagaimana cara terbaik menyikapinya.

Namun ketika kita sendiri dihadapkan pada situasi pelik kehidupan tidak jarang hal itu justru membuat kita "kehilangan" kebijaksanaan yang sebelumnya kita tampilkan saat menyikapi permasalahan orang lain.

Kalimat dan kata-kata bijak yang dulu pernah teruntai dari bibir kita seakan sirna dan tidak berguna sama sekali untuk menasihati diri kita sendiri. Mengapa demikian?

Menjadi penonton memang cenderung lebih mudah daripada menjadi pelakunya secara langsung. Sama halnya ketika kita menyaksikan pertandingan sepakbola dari televisi sepertinya saat itu membuat kita tahu kapan dan bagaimana menjadi pemain bola yang baik itu.

Kita bisa melihat kemana bola harus diumpan, kapan bola harus ditendang, kapan harus menggocek, dan lain sebagainya. Padahal seandainya kita diminta untuk menjadi bagian dari permainan sepakbola yang sesungguhnya barangkali permainan kita tidak lebih baik dari mereka.

Serupa juga dengan para komentator bola yang sepertinya begitu mudah menganalisis dan menjustifikasi strategi pertandingan sebuah tim. Tetapi ketika mereka terjun dalam permainan itu sebagai pelatih ataupun pemain belum tentu penilaian mereka seluwes itu.

Menjadi "orang luar" yang mengomentari keadaan orang lain memang terasa lebih mudah dilakukan karena kita memiliki kelebihan dalam melihat dengan "angle" yang lebih luas dan beragam. Selain itu kita tidak merasakan secara langsung tekanan psikologis terkait suatu kondisi.

Menasihati orang lain memang terkesan lebih mudah dilakukan seperti halnya menyalahkan orang lain. Sesuatu sebaliknya terjadi saat kita harus bersikap bijak dengan menasihati diri sendiri atau bahkan menyalahkan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun