Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Meeting" Bukanlah Ajang Mengumbar Emosi, apalagi Memaki-maki

18 Desember 2019   07:35 Diperbarui: 18 Desember 2019   07:44 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | theavarnagroup.com

Meeting merupakan sebuah agenda rutin bagi suatu organisasi, baik itu organisasi profit ataupun non-profit untuk mengadakan rapat konsolidasi atau "meeting" dengan tujuan untuk membahas beberapa hal terkait operasional ataupun kondisi organisasi pada saat ini dan dimasa-masa mendatang. Layaknya sebuah organisasi yang kiranya memiliki berbagai problematika, hal itu tentu perlu dibicarakan oleh segenap elemen yang terlibat didalamnya.

Satu sama lain perlu saling bertukar pikiran guna memunculkan alternatif gagasan yang bisa menjadikan organisasi berkembang semakin baik kedepannya. Hanya saja seiring suatu organisasi yang diisi oleh "banyak" kepala didalamnya, hal itu rentan memunculkan konflik atau pertentangan. Tidak jarang salah seorang menuding rekannya yang lain sebagai penyebab masalah sehingga berujung pada meningginya tensi emosi. Meeting yang semestinya menjadi tempat untuk urun rembuk pun bisa berubah menjadi tempat yang sangat menyebalkan bagi sebagian orang.

Rapat atau meeting bisa jadi merupakan salah satu agenda rutin yang hampir selalu diadakan setiap periode waktu tertentu. Ada yang melakukannya seminggu sekali, sebulan sekali, setahun sekali, dan seterusnya. Dalam organisasi berorientasi profit khususnya, pertemuan atau meeting antara atasan dan bawahan seringkali terjadi.

Mungkin itu pertemuan antara direktur utama dengan para manajer, atau antara kepala bagian dengan para stafnya. Tidak sedikit organisasi yang setiap kali mengadakan meeting dalam rangka melakukan evaluasi kinerja periode sebelumnya justru berujung pada luapan amarah sang atasan yang kecewa kepada anak buahnya.

Seorang atasan yang kecewa dengan kinerja anak buahnya selama kurun waktu terdahulu menyampaikan beragam kata yang pada isinya "mencabik-cabik" hati para anak buah. Bukan barang aneh lagi tatkala sang bos menyebut anak buahnya tidak becus kerja, atau berkata-kata dengan nada tinggi. Para anak buah pun hanya bisa tertunduk diam seribu bahasa mendengarkan murka sang atasan. Meeting tak ubahnya medan penghakiman atas kinerja yang tidak sesuai harapan.

Beranjak pada meeting yang lain, efek dari murka atasan ternyata berbuntut panjang. Hal itu membuat sesama rekan kerja saling menyudutkan dan mencari aman satu sama lain. Pada dasarnya sah-sah saja apabila seorang pemimpin tertinggi dalam suatu organisasi bisnis "mencak-mencak" dalam meeting untuk mengomeli, menceramahi, atau meluapkan amarah kepada tim kerjanya. Bagaimanapun juga sang pemimpin adalah sosok paling bertanggung jawab terhadap suatu organisasi.

Namun apakah tepat kiranya sebuah meeting dijadikan sebagai ajang luapan emosi? Dalam beberapa kesempatan saya pernah menjumpai rekan yang enggan mengikuti meeting karena "kebiasaan" didalam meeting itu adalah dirinya menjadi sasaran interogasi atasan dan bahkan dipersalahkan dihadapan peserta meeting yang lain. Hal itu membuatnya trauma dan cenderung menghindari ikut meeting yang diadakan rutin oleh sang atasan. Apakah kondisi ini sehat bagi suatu organisasi?

Seharusnya meeting menjadi salah satu kegiatan terpenting di sebuah organisasi mengingat disanalah "kampak" organisasi diasah, strategi organisasi digodok, dan perencanaan untuk perjalanan kedepan dirumuskan. Meeting yang tidak berkualitas karena lebih banyak berisi dan dilabeli sebagai ajang penghakiman hanya akan menggerus kesempatan berdiskusi produktif guna menghasilkan output yang lebih powerful bagi organisasi.

Jikalau memang ada keinginan dari sang atasan untuk mengutarakan "kekesalannya" pada anak buah, barangkali ada istilah lain yang perlu disematkan selain daripada "meeting". Bahkan lebih baik lagi kiranya jika tidak ada amarah yang diumbar.

Bagaimanapun juga setiap pemimpin organisasi memiliki gaya kepemimpinannya sendiri-sendiri. Mungkin ada banyak atasan yang memiliki kecenderungan menjadikan meeting sebagai media untuk menegur, mengingatkan, dan mengevaluasi kinerja bawahannya. Namun ada juga pemimpin yang lebih menggunakan pendekatan personal, menasihati secara face to face, dan tidak melakukan teguran secara terbuka. Diluar itu semua, meeting hendaknya benar-benar menjadi sesuatu yang bisa membebaskan kreativitas berfikir seseorang dalam menuntaskan setiap permasalahan organisasi.

Sekat ketakutan dan khawatir dipersalahkan ketika mengutarakan opini haruslah diminimalisir agar output dari meeting semakin berkualitas. Salah satu caranya yaitu dengan mereduksi atau mengekang pengumbaran emosi apalagi berucap kata-kata yang memaki baik itu dari atasan kepada bawahannya ataupun antar individu "berpangkat" sama. Semangat kebersamaan atas nama tujuan bersama harus menjadi orientasi utama setiap orang yang menjadi bagian dari organisasi.

Salam hangat,

Agil S Habib

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun