Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beratnya Melawan Godaan untuk Bercerai

6 Desember 2019   11:11 Diperbarui: 6 Desember 2019   11:31 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perceraian | Ilustrasi gambar : joss.co.id

Beberapa keluarga mungkin ada yang "main" fisik dengan melemparkan beberapa barang rumah tangga. Hingga yang lebih ekstrem mungkin kekerasan dalam rumah tangga atau yang paling parah penganiayaan.

Ketika sebuah pertengkaran terjadi antara suami atau istri, tidak jarang salah satu atau keduanya melayangkan kata-kata emosional yang berujung pada perceraian. Sang istri minta ditalak atau sang suami menjatuhkan talak cerai kepada sang istri. Jika yang "menjatuhkan" talak adalah sang istri, maka cerai sebenarnya tidak berlaku secara agama.

Pasangan suami istri masih bisa menjalin hubungan sebagaimana layaknya pasangan suami istri. Lain halnya ketika talak cerai itu dilontarkan oleh pihak suami. Hal itu sudah secara otomatis berlaku. Kata-kata cerai, talak, atau sejenisnya memiliki konsekeuensi hukum yang "keras" bila dilontarkan pihak suami, meskipun hal itu disampaikan dalam kategori bercanda sekalipun. Sehingga setiap suami benar-benar harus berhati-hati dalam mengucapkan kata-kata ini.

Permasalahannya, ketika sebuah konflik suami istri terjadi, emosi yang tinggi cenderung membuat seseorang yang mengalaminya lepas kendali. Kalimat-kalimat yang terucap sulit terkontrol hingga akhirnya terlontar ucapan yang menyakitkan. Ketika hal ini terjadi, sangat mudah bagi seorang suami atau istri mengucapkan kata-kata "pamungkas", cerai.

Menahan diri agar selalu berada dalam kendali emosi meskipun dalam suasana pertengkaran yang panas bukanlah perkara mudah. Tantangan untuk terus mampu membawa diri agar tidak melontarkan kata-kata pamungkas tadi menuntut kita untuk bisa berfikir panjang meskipun ditengah suasana yang kurang kondusif.

Orang-orang bijak mengatakan agar kita jangan mengambil keputusan ditengah-tengah terpaan badai emosi. Memutuskan sesuatu ditengah kondisi emosi tinggi cenderung menimbulkan penyesalan panjang di kemudian hari. Sehingga pasangan suami istri yang tengah dihadapkan dalam situasi seperti ini harus memiliki kepekaan untuk mengalah, baik itu salah satu atau kedua-duanya.

Perceraian adalah opsi terakhir dalam menyelesaikan konflik didalam pernikahan. Pernikahan itu tidak dilarang, tetapi hal itu merupakan sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT. Sehingga selayaknya hal itu dihindari. Usia pacaran tidak selalu menjamin keharmonisan rumah tangga, contohnya adalah pada teman saya tadi.

Seorang motivator publik belum tentu memiliki rumah tangga yang sempurna, contohnya Anthony Robbin yang berpisah dengan (mantan) istrinya. Bahkan seorang pemuka agama pun belum tentu mampu menjaga rumah tangganya tetap utuh, seperti yang terjadi pada UAS. Namun bukan berarti kesempurnaan berumah tangga tidak bisa tercapai.

Kita bisa belajar banyak pada sosok almarhum Presiden BJ. Habibie dengan istri beliau almarhumah Ibu Ainun Habibie. Kisah rumah tangga mereka sangat luar biasa, penuh cinta hingga usia senja bahkan sampai tutup usia. Mungkin kita bisa membandingkan hal-hal yang terjadi pada beberapa sosok tadi dan belajar yang terbaik demi kebaikan rumah tangga kita.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun