Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Heboh Mahar Menteri 500 Miliar, Pertanda Menteri Perlu Dipilih Langsung oleh Rakyat?

26 November 2019   07:10 Diperbarui: 26 November 2019   07:13 3139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humprey Djemat | Sumber gambar: www.tribunnews.com

Belakangan ini tengah mengemuka sebuah isu mengejutkan terkait adanya permintaan partai politik (parpol) yang meminta "mahar" uang senilai Rp 500 miliar dari calon menteri agar mendapatkan rekomendasi menduduki kursi menteri di kabinet bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Isu ini pun sontak membuat "panas" beberapa kalangan, tidak terkecuali pihak istana.

Bahkan menurut Sekretaris Kabinet Indonesia Maju, Pramono Anung, isu ini sangat tidak masuk akal. Selain karena nilai nominal mahar yang luar biasa besar untuk disiapkan seorang calon menteri, dia juga menilai bahwa Presiden Jokowi sudah sangat berhati-hati dan teliti dalam menentukan nama-nama pengisi pos menteri bentukannya.

Akan tetapi isu mahar Rp 500 miliar yang dilontarkan oleh Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta, Humprey Djemat, telah memancing perhatian publik. Terlebih PPP adalah salah satu partai pendukung koalisi pemerintah yang umumnya juga mendapatkan "jatah" menteri dari presiden.

Isu mahar menteri ini pastinya mencoreng semangat independensi atau hak prerogatif presiden dalam memilih jajaran kabinetnya. Jika ditelaah lebih jauh, kemungkinan terkait mahar menteri ini bisa jadi benar adanya. Dengan begitu banyaknya alternatif nama yang bisa menduduki pos kebinet, endorse dari parpol pendukung koalisi tentu diperlukan.

Siapa-siapa yang dianggap layak menduduki kursi menteri sedikit banyak akan melibatkan parpol. Jikalau memang ada oknum parpol "nakal" yang ingin memanfaatkan situasi ini, tentu mereka akan bersilat lidah dihadapan presiden tentang nama-nama yang hendak mereka rekomendasikan. Disinilah potensi mahar menteri itu ada.

Tudingan atau lebih tepatnya isu mahar menteri yang dilontarkan oleh Humprey Djemat ini sebenarnya menarik untuk dikaji lebih jauh. Benarkah apa yang ia nyatakan itu? Mungkinkan ada seseorang yang bersedia "menyumbangkan" uang sebesar Rp 500 miliar demi sebuah kursi menteri? Kata orang, dalam politik itu semua mungkin terjadi. Meskipun secara akal sehat sepertinya tidak masuk akal, tapi demi sebuah gengsi, prestise, jabatan, dan sejenisnya maka sesuatu yang tidak masuk akal sekalipun bisa menjadi masuk akal.

Meski kebenaran dibalik isu ini masih menyimpan tanda tanya besar, presiden yang akan menjabat pada masa-masa mendatang patut waspada agar tidak sampai terjebak dalam pusaran kepentikan parpol rakus yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Presiden terpilih yang "tergiring" oleh parpol untuk memilih menteri "bermahar" suatu saat akan menjadi objek kecaman publik karena mereka yang menduduki jabatan melalui "jalur belakang" biasanya tidak memiliki kompetensi yang mumpuni dibidangnya. Pada akhirnya presiden pun akan dianggap tidak becus oleh rakyatnya karena memilih orang yang salah.

Sampai saat ini penentuan anggota kabinet termasuk posisi menteri masih sepenuhnya menjadi hak prerogatif presiden. Meskipun seringkali muncul tudingan bagi-bagi "kue" kekuasaan seiring adanya nama-nama menteri yang berasal dari parpol pendukung, namun hal itu tidak sampai memunculkan isu mahar.

Setidaknya sampai saat ini ketika Humprey Djemat melontarkan pernyataan kontroversialnya. Kini publik pasti bertanya-tanya, seperti apa kebenaran dibalik isu ini? Jikalau pernyataan tersebut hanya sebatas sebagai pemanas suasana, lantas motif apa yang mendasarinya?

Jikalau memang benar adanya bahwa pos menteri ditransaksikan, maka tentu hal ini akan membuat masyarakat ragu terhadap hak prerogatif yang dimiliki oleh presiden. Rakyat bisa saja menuntut bahwa pos menteri juga harus dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana pemilihan anggota legislatif ataupun presiden -- wakil presiden. Bisa dibayangkan betapa ribetnya pemilu kita jika sampai hal itu  terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun