Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

From Writerpreneur to Investor

18 November 2019   08:48 Diperbarui: 18 November 2019   08:52 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi writerpreneur : ghostwriterindonesia.com

Sudah bukan rahasia lagi bahwa aktivitas menulis memiliki potensi besar sebagai lahan mengais pundi-pundi uang. Beberapa penulis besar bahkan berhasil menjadi miliarder melalui tulisannya yang sukses dipasaran. Tengok JK Rowling, awal kehidupannya yang penuh keterbatasan kini berubah drastis menjadi salah satu penulis terkaya di dunia pasca meledaknya novel Harry Potter.

Tulisan-tulisan bergenre lain pun juga memberikan kesempatan yang sama besar bagi pelakunya untuk menikmati ganjaran finansial dari tulisannya. Kita ambil contoh adalah K-Reward. Tulisan-tulisan di platform blog Kompasiana memberikan "imbal jasa" berupa finansial apabila memenuhi beberapa ketentuan yang disyaratkan. Beberapa platform blog yang lain mungkin juga menawarkan hal serupa kepada para penulis yang berkenan tulisannya diapresiasi secara finansial.

Apakah memang demikian menjanjikannya profesi menulis? Jika menengok beberapa penulis buku atau novel best seller, maka kita akan berkata  bahwa menulis itu menjanjikan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada ada juga penulis yang tertatih-tatih hidupnya jikalau hanya mengandalkan buah tulisannya saja.

Menulis di media masa demi mendapatkan kompensasi finansial belum tentu memberikan kepastian income mengingat slot media yang terbatas sedangkan yang mengajukan tulisan cukup banyak. Menulis artikel atau buku pun belum tentu diminati oleh banyak orang sehingga penghasilan yang didapat juga minimalis. Ada suatu sisi dimana menulis juga memiliki keterbatasan bagi pelakunya sehingga tidak bisa sepenuhnya diandalkan untuk menopang kebutuhan hidup. Apakah ini artinya profesi menulis tidak bisa dijadikan sandaran utama untuk menopang hidup?

Jika pertanyaan ini diajukan kepada JK Rowling, maka sudah pasti jawabannya adalah "tidak". Bagi JK Rowling menulis sangat bisa untuk menopang hidupnya. Sayangnya, kita bukan JK Rowling. Tulisan-tulisan kita belum tentu sepopuler karya miliknya atau mampu menghasilkan passive income sebaik karya yang ia miliki. Oleh karena itu kita mesti jeli mengelola hasil karya kita yang tidak seberapa itu sehingga menjadi lebih berharga.

Kita yang mencintai profesi menulis dan ingin menjadikannya sebagai salah satu andalan menopang kehidupan kita atau dengan kata lain menjadi writerpreneur, selain dengan terus memperbaiki kualitas karya tulis yang dihasilkan kita juga harus cerdas mengelola keuangan yang kita dapatkan dari karya-karya itu biarpun jumlahnya masih sangat terbatas. Caranya bagaimana?

Salah satunya yaitu dengan "memutar" uang hasil karya tulis itu untuk sesuatu yang lain yang memungkinkannya bertumbuh menjadi lebih besar dari sebelumnya. Kita bisa mengikuti gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah beberapa waktu lalu tentang menabung saham. Uang hasil karya tulis yang mungkin jumlahnya tidak seberapa itu bisa kita tabung dalam bentuk saham dari waktu ke waktu hingga kita bisa menikmati hasilnya beberapa tahun dari sekarang.

Mengapa nabung saham? Sebenarnya aktivitas menabung saham ini praknya tidak jauh berbeda dengan kita menabung uang pada umumnya. Jika menabung uang maka yang ditabung adalah uang, maka dalam menabung saham yang kita tabung adalah saham. Kembali pada pertanyaan terkait mengapa menabung saham.

Menilik dari definisi saham yaitu sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan kata lain, seiring kita membeli dan menabung saham maka kita turut serta dalam aktivitas investasi terhadap suatu perusahaan tertentu. Kita menjadi investor yang kelak akan turut serta menikmati hasil usaha suatu korporasi yang sahamnya kita miliki.

Menabung saham memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan menabung uang pada umumnya. Seperti yang kita tahu, dari waktu ke waktu nilai uang khususnya rupiah cenderung berkurang atau mengalami inflasi. Hal ini bisa kita lihat ketika dulu kita bisa membeli satu mangkok bakso dengan harga hanya sekitar Rp 500 atau Rp 1.000 saja sedangkan sekarang harganya mungkin sudah berada pada kisaran Rp 10.000 atau Rp 15.000. Sudah sangat jauh berbeda.

Uang yang kita miliki saat ini dalam jumlah yang sama untuk sekitar lima hingga sepuluh tahun mendatang kemungkinan besar juga berbeda. Jika saat ini dengan Rp 10.000 kita bisa membeli 1 Kg beras, mungkin10 tahun mendatang kita hanya mendapatkan setengah atau seperempat kilo saja. Inilah yang kita pahami sebagai efek dari inflasi. Nilai uang cenderung melemah dari waktu ke waktu. Untuk mengantisipasi hal itu kita memerlukan sebuah instrumen yang mampu mengimbangi laju inflasi yang terjadi di negara kita khususnya dan dunia internasional pada umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun