Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Semarak Pilkades dan Demokrasi Orang Kampung

16 November 2019   06:13 Diperbarui: 17 November 2019   03:52 1196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi timses kampanye pemilihan kepala desa. (sumber: kompas)

Kontestasi pilpres sudah usai beberapa bulan lalu. Gaung pesta demokrasi pun perlahan memudar dan semakin dilupakan publik. Namun sepertinya gelaran pesta demokrasi itu belakangan mulai ramai dibicarakan kembali seiring adanya pemilihan kepada desa (pilkades) di beberapa wilayah di tanah air. 

Ketika membicarakan tentang desa, belakangan ini yang kita ingat adalah perihal dana desa atau desa "hantu" seperti yang disinggung oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani beberapa waktu lalu. 

Padahal selain topik itu masih ada lagi sesuatu tentang desa yang perlu diangkat pemberitaannya ke muka publik. Salah satunya yaitu tentang pilkades.

Saat ini kampanye pilkades tengah marak dilakukan, khususnya di beberapa daerah dekat tempat tinggal saya di wilayah Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. 

"Untuk melihat sejauh mana demokrasi terjadi di negara kita, maka coba lihat pada tataran bawah struktur suatu negara yaitu di desa atau kampung-kampung yang bisa merepresentasikan kualitasnya. Lewat hajat Pilkades, misalnya."

Baliho dan juga poster calon kepala desa ramai terpampang di berbagai tempat. Perempatan jalan, gang kampung, tiang listrik, bahkan hingga ke warung makan. 

Foto calon kepala desa berikut nomor urut calon serta sebaris kalimat kampanye lumrah ditemui. Semua ingin memperkenalkan diri kepada masyarakat tentang calon pemimpin baru yang nantinya akan mengisi pos kepala desa untuk periode lima tahun mendatang.

Kampanye pildakes mungkin tidak sebesar kampanye pemilihan presiden -- wakil presiden (pilpres), namun bukan berarti kalah semarak. 

Masyarakat yang secara geografis dan psikologis lebih dekat mengenal calon pemimpinnya bisa jadi memiliki antusiasme yang lebih besar dibandingkan saat pilpres. 

Bagaimanapun juga, pilkades menyangkut nasib pengelolaan desa tempat tinggal kita yang dirasakan pengelolaannya terlihat oleh kita secara langsung.

Kita mengurus Kartu Tanpa Penduduk (KTP) biasanya melalui aparat desa, surat pengantar seperti surat keterangan domisili juga memerlukan campur tangan aparat desa, mengurus Kartu Keluarga (KK), akte kelahiran anak, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), dan lain sebagainya 

Itu seringkali harus melalui pejabat di tingkat desa. Dengan kebijakan baru pemerintah yang menggelontorkan dana desa untuk sekitar 70 ribu lebih desa di Indonesia, maka aparat desa mengemban tanggung jawab yang tidak mudah.

Apabila kita sebagai warga desa tidak bisa memastikan pejabat desanya adalah orang-orang yang amanah, maka bukan tidak mungkin dana desa itu akan diselewengkan seenak jidat. 

Sama halnya dengan pilpres, pilkades pun memiliki tingkat urgensi yang tinggi meski dalam skala yang lebih kecil yaitu tingkat desa.

Foto baliho calon kepala desa | Sumber gambar : Dokumentasi pribadi
Foto baliho calon kepala desa | Sumber gambar : Dokumentasi pribadi
Demokrasi Ala Kampung
Pernah suatu kali saya menyaksikan momen pemilihan kepada desa di tanah kelahiran saya di Jember, Jawa Timur, beberapa tahun lalu. 

Masyarakat beramai-ramai melakukan arak-arakan dengan membawa serta simbol-simbol dari calon yang mereka usung. Pada saat itu, seorang calon kepala desa memiliki simbol tertentu seperti buah kelapa, tanaman padi, dan sejenisnya.

Arak-arakan dilakukan menggunakan mobil bak terbuka dengan memampangkan simbol tadi diatas kendaraan berikut foto calon yang mereka usung. Meriah. Sesuatu yang pada masa pilpres hampir tidak saya jumpai.

Meskipun begitu, tidak ada aksi saling ejek apalagi anarki antar masing-masing pendukung di desa. Semua berjalan dengan tenang dan damai. 

Dulu mungkin kampanye yang dilakukan tidak semasif sekarang di mana baliho atau poster bertebaran dimana-mana dan unggahan di media sosial bukan lagi sesuatu yang aneh. Akan tetapi terlihat ada antusiasme yang besar dari masyarakat disana.

Orang-orang di desa pun ternyata juga bisa berdemokrasi. Menggelar pesta demokrasi "kecil-kecilan" untuk menentukan pemimpin desa mereka beberapa tahun mendatang. 

Biarpun terkesan hangat dan lebih bersahabat, namun nama-nama calon pemimpin yang ikut meramaikan kontestasi pilkades itu biasanya bukanlah nama-nama yang asing.

Yang maju menjadi calon kepala desa umumnya memiliki keterkaitan dengan kepala desa sebelumnya atau putra-putri dari tokoh masyarakat setempat yang cukup disegani. 

Pencitraan yang mereka lakukan umumnya diilhami dari nama besar orang tua atau memiliki rekam jejak terkait dengan pemerintah desa yang sebelumnya. 

Kalau kita sering menyaksikan persaingan perebutan tampuk kekuasaan seringkali terjadi aksi saling sikut, bisa jadi dalam kontestasi pilkades ini juga terjadi hal serupa di beberapa wilayah tertentu.

Sedangkan di beberapa wilayah lainnya lebih damai dan bersahabat. Apabila kita ingin belajar lebih dekat tentang demokrasi di desa-desa atau kampung-kampung, maka tidak ada salahnya kita mengkaji lebih dekat pesta demokrasi di desa-desa sekitar tempat tinggal kita atau bahkan di desa kita sendiri.

Selama ini kita mungkin lebih tertarik untuk melihat demokrasi dalam skala besar suatu negara. Namun, untuk melihat sejauh apa demokrasi terjadi di negara kita maka melihat pada tataran bawah struktur suatu negara yaitu di desa-desa atau kampung-kampung bisa merepresentasikan kualitas demokrasi yang kita miliki. Demokrasi ala kampung tetaplah demokrasi. Perbedaannya hanya pada skalanya saja.

Desa bukanlah sesuatu yang layak dipandang remeh. Desa adalah sebuah entitas yang memiliki peluang besar mengerek kemajuan suatu bangsa jikalau berhasil diberdayakan secara optimal. 

Ada beberapa desa populer di tanah air seperti kampung inggris yang terletak di Desa Pelem, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur. Ada juga desa yang belakangan ini cukup menjadi perbincangan banyak pihak, bahkan hingga keluar negeri. Desa Umbul Ponggok, di Klaten, Jawa Tengah.

Aparat desa yang berkualitas ternyata mampu menjadi penggerak perekonomian rakyat di level grassroot. Sekilas mungkin kita memandang pilkades sebagai seremonial yang tidak terlalu penting. 

Namun dibalik itu ternyata ia menyimpan peranan luar biasa besar dalam mempengaruhi perkembangan sebuah negara. 

Jikalau selama ini kita merasa begitu peduli terhadap percaturan politik tanah air berikut pemerintahannya, mengapa kita tidak memberikan atensi serupa terhadap pengelolaan sebuah desa? 

Jangan-jangan selama ini minimnya perkembangan bangsa ini karena perkembangan desa seringkali kita abaikan.

Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun