Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sentilan Kecil untuk K-Reward

29 Oktober 2019   08:58 Diperbarui: 29 Oktober 2019   10:45 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Program K-Reward Kompasiana | Sumber gambar : www.kompasiana.com

Dalam salah satu artikel terdahulu, saya pernah menuliskan terkait arti penting menulis dalam peranannya sebagai suatu investasi jangka panjang. Tulisan yang kita buat hari ini dikemudian hari bisa menjadi sumber passive income yang berharga apabila tulisan tersebut memang sarat kualitas.

Apa yang kita tuliskan hari ini nilainya tidak akan lekang oleh waktu seiring adanya orang lain yang membaca dan memetik manfaatnya. Sudah berapa banyak buku yang ditulis sekali oleh penulisnya namun terus bertahan dibaca bertahun-tahun setelahnya?

Kitab-kitab karangan ulama besar masa lalu seperti Riyadlussholihin, Nashaihul 'Ibad, Ihya' Ulumudin, dan lain sebagainya adalah beberapa contoh karya besar yang terus bertahan hingga ratusan tahun.

Tulisan-tulisan tersebut pastilah menjadi sumber pahala kebajikan tiada henti bagi penulisnya. Seandainya para penulis besar tersebut "menghendaki" royalti finansial dari buku atau kitabnya tersebut, mungkin nilainya sudah sangat-sangat tidak terkira lagi besarnya mengingat kitab-kitab karangan ulama besar itu terus dibaca dan tersebar luas ke segala penjuru hingga saat ini.

Terkait dengan tulisan yang bernilai royalti, secara pribadi saya sangat mengapresiasi program K-Reward yang diadakan oleh Kompasiana. Program ini harus diakui cukup mampu memberikan stimulus bagi para Kompasianer untuk giat menelurkan tulisan-tulisan baru, kreatif, dan unik.

Orang-orang yang sebelumnya tidak terlalu termotivasi menulis, seiring keberadaan program ini menjadi meningkat antusiasmenya. Sedangkan bagi mereka yang sudah konsisten menulis, menjadi lebih bersemangat untuk membuat konten-konten tulisan yang mampu menarik banyak minat pembaca.

Namun, setiap kebijakan pada umumnya juga memiliki sisi negatifnya.

Keberadaan K-Reward yang berdasar pada jumlah view ternyata mengundang minat sebagian Kompasianer untuk menulis konten yang cenderung pragmatis, mengikuti tren, dan bahkan terkesan clickbait.

Banyak tulisan-tulisan yang menarik secara judul namun isinya sangat tidak bermutu. Tulisan model apapun sebenarnya sah-sah saja, hanya saja tatkala pembaca "dipancing" oleh judul tanpa dibarengi isi hal itu justru akan berbuntut pada kekecewaan.

Hal-hal seperti inilah yang mendasari dibuatnya aturan baru K-Reward terkait artikel yang dihitung untuk perolehan reward adalah artikel-artikel berlabel "pilihan" saja.

Kebijakan ini semata dilakukan untuk "menjamin" bahwa tulisan yang diberi penghargaan benar-benar tulisan yang mumpuni. Meskipun pemberian label pilihan itu sendiri sejauh ini masih menjadi kontroversi di beberapa kalangan Kompasianer.

Kebijakan baru Kompasiana terkait program K-Reward ini menurut saya sudah cukup tepat. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa akan senantiasa muncul ketidakpuasan dari beberapa kalangan yang merasa "dirugikan" atas diberlakukannya kebijakan tersebut.

Bagaimanapun juga, orientasi utama dari pemberlakuan kebijakan baru ini adalah untuk men-treatment kita agar senantiasa menjaga mutu tulisan. Harusnya kita cukup bangga apabila tulisan kita bisa "nongol" disalah satu blog "asuhan" media Kompas yang terkenal dengan sikap selektifnya.

Bisa dikatakan peraturan baru K-Reward ini adalah untuk mengarahkan Kompasiana kepada "fitrah" yang seharusnya.

Salah satu poin yang ada dari aturan baru K-Reward adalah terkait view tulisan yang dihitung hanyalah pada tulisan-tulisan yang dipublikasikan pada periode bulan berjalan.

Dengan kata lain, tulisan-tulisan yang kita buat bulan lalu dan periode-periode sebelumnya tidak dianggap ada. Padahal ada cukup banyak tulisan dimasa lalu yang masih "laku" dibaca hingga saat ini.

Bisa jadi tulisan yang dibuat Kompasianer dimasa lalu memang benar-benar memiliki nilai manfaat tinggi sehingga layak untuk dibaca sampai sekarang.

Kualitasnya mungkin masih jauh berbeda dengan tulisan para ulama besar masa lalu seperti Imam Al Ghozali atau Imam An Nawawi yang menelurkan kitab Ihya' Ulumudin dan Riyadlussholihin.

Namun tulisan para Kompasianer yang dibuat pada periode terdahulu itu sebenarnya cukup layak mendapatkan apresiasi. Salah satunya yaitu tetap diperhitungkan dalam perolehan poin K-Reward.

Hanya saja hal ini tidak berlaku dalam peraturan K-Reward terbaru. Cukup disayangkan memang, tulisan yang masih memiliki peminat tapi dianggap sudah tidak "aktif" lagi.

Boleh saja kita kecewa dengan peraturan ini. Namun jangan sampai hal itu justru membuat kita merasa bahwa tulisan kita tidak dihargai. Itu salah. Bentuk penghargaan sesungguhnya dari sebuah tulisan adalah tatkala ia dibaca atau memiliki nilai manfaat saat diimplementasikan.

Jikalau hal itu terjadi, maka kita akan mendapatkan royalti yang "sesungguhnya" dari Dzat yang paling tahu cara mengapresiasi. Seperti halnya para Imam besar masa lalu yang samasekali tidak memikirkan royalti finansial atas tulisannya, hal itu justru yang membuat karya-karya mereka mashur hingga hari ini.

So, teruslah menulis!

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun