Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Haruskah Seorang Pemimpin Tahu Semuanya?

24 September 2019   11:45 Diperbarui: 25 September 2019   06:55 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin itu perlu pengetahuan dan pemahaman agar bisa mengambil keputusan yang tepat | Ilustrasi gambar : https://pixabay.com

Sudah menjadi pemahaman umum bahwa sosok seorang pemimpin itu harus mengetahui banyak hal. Ia harus mengerti segala sesuatunya, minimal dalam konteks jenis kepemimpinan yang ia jalani. 

Seorang pemimpin organisasi harus tahu dan paham hal-hal apa saja yang menjadi cakupan organisasinya, seluk beluk dari organisasi itu, dan hal-hal lain yang terkait. 

Sama halnya dengan seorang presiden yang "diwajibkan" untuk tahu garis besar permasalahan di negaranya, serta memahami isu-isu penting yang tengah menjadi perhatian publik. 

Mengapa seorang pemimpin diharuskan untuk tahu banyak hal? Tahu dan paham adalah titik awal semua langkah kebijakan bermula. Ketika pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki terbatas, maka langka kebijakan yang diambil akan berpotensi tidak tepat sasaran. Kebijakan menjadi tidak efektif dan kurang efisien.

Bukan perkara mudah tentunya memiliki koneksi pemahaman yang komprehensif atau menyeluruh. Terlebih ketika seorang pemimpin memiliki cakupan kepemimpinan yang luas dan besar. 

Presiden adalah pemimpin bagi sebuah bangsa atau negara, direktur adalah pemimpin untuk suatu organisasi bisnis, kepala desa memimpin satu desa, dan sesosok ayah menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga. 

Semakin besar cakupan komunitas atau organisasinya, maka keharusan untuk memiliki pengetahuan mumpuni juga semakin besar. Demikian juga pemahaman yang dimiliki haruslah sepadan dengan lingkup kepemimpinan yang diemban.

Seorang pemimpin organisasi skala kecil mungkin harus mempertimbangkan beberapa hal dalam waktu bersamaan. Akan tetapi pemimpin organisasi besar harus berpikir banyak hal dalam waktu bersamaan. 

Ia harus mengintegrasikan segenap aspek yang ada sehingga mampu membuat kebijakan yang tepat. Oleh karena itu seringkali sosok pemimpin itu adalah mereka yang memulai semuanya dari titik nol, dari bawah sekali. Sehingga ia mengerti setiap tahapan menuju puncak kepemipinan berikut dinamikanya.

Harus Tahu Banyak Hal atau Cukup Tahu Beberapa Hal?
Mengetahui banyak hal seringkali membuat seseorang laksana ensiklopedia. Pengetahuannya yang terlalu luas terkadang justru menjadi penghambat langkah, karena pertimbangan yang diberikan terlalu kompleks dan luas. 

Adakalanya seorang pemimpin itu membatasi cakupan pengetahuan serta pemahamannya pada beberapa hal tertentu saja. Terspesialisasi. 

Tentunya dalam konteks cakupan kepemimpinan yang ia emban. Kurang pas rasanya jikalau seorang presiden hanya paham permasalahan politik saja, namun nihil informasi perihal lingkungan, kondisi ekonomi, atau aspek sosial masyarakatnya.

 Demikian juga dengan seorang direktur bisnis tidak perlu repot-repot mengetahui atau memahami detail kondisi pertanian sedangkan bisnis yang ia pimpin bergerak dalam bidang lain. Semuanya harus memiliki korelasi dan koneksi yang jelas. 

Semakin banyak dan beragam informasi yang kita miliki, hal itu akan menyita kapasitas memori kita dalam menguatkan pemahaman untuk beberapa aspek tertentu. Kita seringkali tergoda untuk menjadi seorang generalis, padahal menjadi spesialis itu jauh lebih baik.

Mungkin kita pernah bertemu dengan beberapa orang yang begitu bangga dengan banyaknya pengetahuan yang ia miliki. Ia tahu gosip terbaru artis, ia tahu perkembangan politik, ia tahu isu-isu sosial yang tengah hangat, dan segenap informasi update lainnya.

 Padahal semua informasi itu kebanyakan tidak memiliki korelasi satu sama lain dan entah apa manfaatnya bagi sang empunya informasi. 

Sebatas untuk pengetahuankah? Ataukah sebagai bahan untuk unjuk diri saja? Memiliki pengetahuan akan sesuatu hal tetapi hal itu tidak memberikan nilai manfaat apapun bagi peranan kita sebagai pemimpin, itu sama artinya kita berbuat sesuatu yang sia-sia.

Justru menjadi sangat aneh tatkala ada seorang pemimpin yang pengetahuannya terbatas dalam cakupan kepemimpinan yang ia jalani. Meskipun tidak memahami detail, seorang pemimpin haruslah tahu secara garis besar dari segenap informasi yang "beredar" di organisasinya.

Jikalau seorang pemimpin dianggap tidak cukup mengerti oleh anggota timnya, maka bisa jadi ia akan menjadi bahan pergunjingan dan kepemimpinannya diragukan. 

Pemimpin boleh saja berfilosofi, akan tetapi filosofinya hendaknya terkait langsung dengan jenis organisasi yang ia pimpin. Jangan terlalu membawa pemahaman hal lain yang tidak terhubung kedalam kepemimpinan organisasi yang dijalani.

Pada akhirnya seorang pemimpin harus menyadari apakah dirinya tahu bahwa ia tahu, tahu bahwa dirinya tidak tahu, tidak tahu bahwa dirinya tahu, ataukah tidak mengetahui bahwa dirinya sebenarnya juga tidak tahu. 

Positioning ini penting agar pemimpin tidak mempermalukan dirinya sendiri sekaligus mengarahkannya terkait harus belajar kemana sehingga membuatnya cukup tahu tentang apa dan bagaimana yang harus diperbuat.


Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun