Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

"Vocal Customer Vs Silence Customer"

7 September 2019   07:31 Diperbarui: 8 September 2019   01:24 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Customer Satisfaction | Ilustrasi gambar : www.shutterstock.com

Para penyedia layanan biasanya akan merasa tidak nyaman begitu ada seorang pelanggan yang mengkritik mutu atau kualitas dari pelayanan yang mereka berikan. 

Entah itu berupa kualitas produk yang buruk, delivery yang sering terlambat, atau bahkan respon yang lambat dalam menanggapi setiap keluhan. Bagaimanapun juga, istilah pembeli adalah raja hingga saat ini masih dipandang "sakral" oleh sebagian besar orang. 

Pelanggan adalah pengguna produk yang menentukan bertahan tidaknya penyedia jasa atau layanan tertentu dalam peta persaingan bisnis. Sehingga mau tidak mau pelanggan harus diutamakan kepentingannya, diperhatikan keluhannya, dan dipuaskan kebutuhannya.

Dikritik memang tidak nyaman. Kadangkala sebuah kritikan atau komplain bisa jadi membuat merah telinga. Emosi bisa seketika mendidih karena beranggapan bahwa apa yang kita lakukan seperti tidak dihargai. 

"Sedikit-sedikit komplain.", mungkin demikian gerutuan yang ada dibenak penyedia layanan. Khususnya oleh mereka yang bertugas sebagai garda terdepan dalam menerima komplain ataupun keluhan dari pelanggan. 

Pelanggan yang kecewa bisa sangat beraneka ragam dalam menunjukkan ekspresinya. Ada yang mengoceh-ngoceh panjang lebar, ada yang memaki-maki, dan tidak sedikit yang sampai menggebrak meja sebagai wujud ekspresi kekecewaan. 

Penyedia layanan yang tidak mampu menahan diri dalam menerima komplain pelanggan ini bisa jadi merespon secara negatif apa yang dilakukan pelanggan. Hal ini justru malah memperburuk keadaan. Pelanggan yang kecewa yang semakin disulut amarahnya adalah "provokator" yang baik dalam menggerus jumlah konsumen dari sebuah produk. 

Oleh karenanya "haram" hukumnya bagi seorang penyedia layanan untuk menyalahkan balik pelanggannya terkait komplain yang mereka lakukan. Semua harus disikapi secara positif, termasuk dalam merespon setiap pelanggan tadi.

Beberapa penyedia layanan barangkali lebih merasa nyaman tatkala orang-orang yang menggunakan produknya tidak melakukan komplain sama sekali. Dengan catatan bahwa ketiadaan komplain itu adalah karena memang pelanggan merasa puas terhadap kualitas produk yang dipergunakannya. 

Adalah sebuah bahaya laten tatkala pelanggan yang tidak puas justru memendam kekecewaan terhadap pelayanan yang mereka terima. Kekecewaan yang mereka pendam itu langsung berujung pada sikap antipati dan memperburuk image produk dipasaran. 

Mereka yang kecewa dan memendam hal itu dengan menghindari komplain langsung biasanya cenderung menceritakan kekecewaannya kepada teman-temannya atau kepada calong pelanggan lain. Orang-orang yang percaya dengan hal itu akan mengikuti untuk tidak mempergunakan produk atau layanan serupa.

Berbeda dengan mereka yang tidak puas dengan kualitas layanan namun masih menyempatkan diri melakukan komplain dan menyampaikan keluhannya. Hal ini sebenarnya secara tidak langsung memberi kesempatan kepada para provider untuk melakukan perbaikan diri. 

Keluhan atau komplain dari pelanggan merupakan feedback berharga dalam upaya memperbaiki kualitas layanan. Pelanggan dengan kecenderungan seperti ini bisa dikatakan sebagai pelanggan yang peduli kepada perusahaan. 

Mereka sebenarnya patut untuk diapresiasi karena telah berupaya menunjukkan "kecintaannya" kepada produk yang mereka pergunakan. Sehingga merespon positif niat baik mereka adalah langkah pertama untuk menunjukkan apresiasi penyedia layanan kepada pelanggannya.

Dibandingkan pelanggan yang hanya diam (silence customer) atas ketidakpuasan mereka, para pelanggan yang vokal (vocal customer) justru memberikan feedback yang lebih baik. Sebuah umpan balik (feedback) sangatlah penting dalam setiap upaya perbaikan yang akan dilakukan pada masa-masa mendatang. 

Mungkin diamnya seorang pelanggan terkait kekecewaan yang mereka rasakan memberikan rasa nyaman sesaat, akan tetapi itu justru menjadi bom waktu yang suatu saat bisa memberikan efek ledakan luar biasa terhadap keberlangsungan roda bisnis perusahaan. Maka sayogyanya para provider harus berterima kasih terhadap "kecerewetan" pelanggannya.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun