Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Pikir-pikir Menikah di Bulan "Suro"?

3 September 2019   07:55 Diperbarui: 3 September 2019   11:58 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen pernikahan | Ilustrasi gambar : www.boombastis.com

Tergantung Pada Kepercayaan dan Keyakinan Masing-masing

Bagaimanapun juga, setiap orang berhak menjalankan keyakinan yang mereka miliki. Masyarakat Jawa khususnya, dan bahkan mungkin beberapa komunitas diluarnya memiliki keyakinan bahwa pernikahan hendaknya dilakukan selain di Bulan Suro. 

Entah hal ini sekarang dipahami sebagai bentuk belasungkawa atau sebagai upaya menghindari nasib nahas, hal itu tergantung pemahaman pribadi masing-masing. 

Mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa awal mula "pengkhultusan" tidak menikah di Bulan Suro adalah sebagai bentuk duka cita. Barangkali banyak yang beranggapan bahwa mereka yang menikah di Bulan Suro akan mengalami nasib sial, usia pernikahan tidak bertahan lama, dan lain sebagainya. 

Hal ini bisa jadi berasal dari wejangan turun temurun yang dalam prosesnya tidak melalui kroscek dari generasi-generasi terdahulu. Sesuatu yang saat ini semestinya harus kita cari tahu titik kebenarannya.

Melihat awal mula sebuah tradisi diberlakukan sepertinya penting dilakukan agar kita tidak bertindak sebagaimana kerbau yang dicocok hidungnya. 

Kita semestinya mecari tahu kebenaran apa sesungguhnya yang tersembunyi dibalik cerita turun-temurun yang kita ketahui saat ini. Jangan-jangan ada beberapa hal yang ternyata selama ini kita pahami secara tidak tepat, dan perlu adanya pelurusan pemahaman. Hendaknya kita tidak menelan dan memahami mentah-mentah warisan nenak moyang kita. 

Bukan karena bermaksud tidak menghargai, tetapi lebih kepada mencari pemahaman yang sesungguhnya dan sebenarnya dari suatu pemberlakuan tradisi.

Budaya kita memang sangat kaya dan beragam. Sehingga tidak mengherankan ada begitu banyak hal istimewa berlaku didalam adat istiadat masyarakatnya. Ritual-ritual atau tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat kita belum tentu ditemui di negara lain atau di peradaban bangsa lain. 

Sebagai contoh, wafatnya Husein bin Ali RA adalah peristiwa besar dalam dunia Islam. Islam pun tidak semata ada di Indonesia atau di Jawa, akan tetapi tradisi tidak menikah selama periode Bulan Muharram atau Bulan Suro ini belum tentu dilakukan juga oleh bangsa lain. Termasuk oleh bangsa Arab sekalipun. 

Barangkali adat istiadat kita memang begitu tinggi sehingga menaruh hormat yang teramat besar ketika tokoh besar dan keturunan Rasul meninggal dunia. Penghormatan itu bahkan telah "menjelma" menjadi sebuah tradisi suatu komunitas besar yang bertahan hingga puluhan bahkan ratusan tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun