Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama FEATURED

Naik Gaji, Naik Jabatan, Naik Pitam

29 April 2019   14:04 Diperbarui: 18 Januari 2020   12:00 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (VIA THINKSTOCK) | Kompas.com

Beberapa pekerja Industri pada medio akhir April 2019 ini mungkin sangat bersyukur karena mendapatkan akumulasi gaji (rapelan) dari kebijakan kenaikan upah yang disetujui pemerintah. Mungkin keputusan terkait upah minimum sudah diputuskan berlaku per awal 2019, akan tetapi sebagian organisasi bisnis masih belum menerapkan keputusan itu secara langsung terkait sesuatu hal. 

Ketika kebijakan upah baru sudah resmi dirasakan oleh para pekerja, maka tentu hal ini adalah satu berkah tersendiri yang patut disyukuri. Mendapatkan kenaikan gaji adalah salah satu hal yang paling dinanti oleh seorang pekerja.

Bagaimanapun juga, orientasi utama seseorang menjalankan sebuah pekerjaan adalah untuk mendapatkan gaji sebagai imbalan yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan pribadi serta kebutuhan keluarga. Dengan meningkatnya nominal gaji yang diterima, maka itu berarti ada kesempatan untuk menambah stock kebutuhan pangan, membeli barang-barang kebutuhan yang sebelumnya tidak terbeli, dan lain sebagainya.

Selain kenaikan gaji, hal-hal lain yang bisanya dinanti-nantikan oleh para pekerja adalah kenaikan jabatan. Mungkin kenaikan jabatan berimbas terhadap kenaikan gaji. Namun kenaikan jabatan juga memberikan dampak lain. Gengsi, kewenangan, akses, dan tunjangan fasilitas lain adalah beberapa hal yang juga diharapkan.

Gengsi menjadi operator dibandingkan kepala operator tentu berbeda. Staff dengan supervisor juga memiliki gengsi berbeda. Setidak-tidaknya ketika hal itu dibawa dalam lingkungan pergaulan. 

Pada saat ada yang menanyakan apa profesi dan jabatan kita, maka menjawab sebagai staff sensasinya akan berbeda dibandingkan ketika kita menjawabnya sebagai supervisor, manager, atau jabatan lain yang lebih tinggi. Diakui atau tidak, jabatan yang meningkat merupakan salah satu hal yang didambakan sebagai pekerja. 

Selain terkait gengsi, kewenangan dan juga akses yang dimiliki mereka dengan jabatan lebih tinggi pada umumnya lebih eksklusif. Seperti kewenangan untuk mengakses fasilitas organisasi, hak untuk menggunakan sarana dan prasarana tertentu, dan lain sebagainya. Sehingga seiring jabatan yang meningkat itu artinya kepuasan pribadi juga seiring dengannya.

Indahnya naik gaji atau naik jabatan mungkin tidak dirasakan oleh semua pekerja. Beberapa pekerja bahkan masih terkatung-katung nasibnya tanpa kejelasan.

Boro-boro naik gaji, tidak di-PHK tanpa pesangon saja sudah syukur. Sebagian pekerja di beberapa oraganisasi bisnis mungkin hanya mendapatkan harapan palsu dari pihak manajemen tempat kerjanya. Janji bulan depan akan naik gaji, tapi ketika sudah sampai waktunya ternyata muncul alasan lain untuk menunda hal itu. 

Waktu demi waktu berlalu seiring dengan janji-janji manis yang terus diumbar. Harapan naik gaji pun semakin memudar. Harapan naik jabatan sungguh jauh dari angan. Sedangkan yang semakin mengemuka didalam benak para pekerja adalah emosi, amarah, dan naik pitam. Diberikan harapan palsu setelah sekian lama tanpa ada bukti nyata merealisasikannya. 

Beberapa organisasi bisnis mungkin dengan gentle mengakui kalau mereka tidak mampu memenuhi komitmen kenaikan upah karena keterbatasan yang mereka alami. Dengan terbuka mereka mengakui kekurangan mereka dan menyampaikan hal itu secara terang benderang tanpa ada yang ditutup-tutupi. 

Komunikasi yang disampaikan secara bersahabat adalah cara yang ampuh untuk meredam gejolak akan hal ini. Sedangkan ada juga beberapa organisasi bisnis lain yang seolah berkelit dan menghindar. Dengan janji-janji palsu mereka memberikan harapan kepada pekerjanya. Namun janji itu tidak pernah terwujud.

Harus diakui bahwa iklim ekonomi saat ini tidaklah terlalu bergairah, khususnya bagai sebagian jenis unit bisnis tertentu. Hal ini mungkin memberikan dilema tersendiri bagi pihak manajemen pengelola. Disatu sisi mereka dituntut untuk terus menghasilkan profit, menurunkan biaya operasional, dan menambah nilai penjualan. 

Sedangkan disisi lain mereka dihadapkan pada kenyataan situasi ekonomi yang mendesak, tuntutan gaji pekerja, dan lain sebagainya. Sehingga beberapa orang yang bertugas sebagai pelaksana tugas dari manajemen organisasi tersebut hanya mengumbar retorika untuk melakukan sebuah penundaan terhadap beberapa hal sembari berharap situasi membaik dengan sendirinya. 

Padahal diluar sana ada banyak orang yang menunggu dan berharap. Jikalau memang tidak mampu melakukan sesuatu maka jangan berjanji. Cukup tunjukkan secara jantan hal-hal yang semestinya ditunjukkan. Jangan berjanji sesuatu yang tidak semestinya dijanjikan. Jangan sampai menjanjikan naik gaji atau naik jabatan apabila akhirnya hanya bisa membuat orang lain naik pitam. 

Mari saling terbuka dan berbicara dengan melihat semuanya secara jernih. Semua bisa dibicarakan dengan kepala dingin dan jauh dari mementingkan diri sendiri. Bagaimanapun juga sinergi adalah kunci untuk membawa serta organisasi bisnis mencapai tujuannya.

Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun