Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Gede" Gaya Mati Rasa

4 April 2019   07:59 Diperbarui: 4 April 2019   08:02 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan mengutamakan gaya hanya demi mendapatkan pengakuan orang lain (Ilustrasi gambar : www.indiatvnews.com)

Melihat orang-orang di sekitar berpenampilan keren membuat sebagian orang yang lain "terinspirasi". Seakan-akan kita telah berubah menjadi pribadi latah terhadap perkembangan zaman. 

Ketika di tengah-tengah masyarakat tengah booming penggunakan handphone Blackberry, sebagain orang berbondong-bondong ikut menggunakannya. 

Ketika sebagain orang banyak yang memiliki sepeda motor supermatic, sebagian yang lain ikutan geger untuk membelinya juga. Terkadang perasaan seseorang terkesan sudah mati dan gelap mata melihat perkembangan zaman. Sehingga mereka kehilangan kesadaran atas siapa sebenarnya diri mereka.

Mereka bersikap dan bertingkah laku melebihi kapasitas dirinya. Sikap inilah yang sebenarnya sangat merugikan. Ketika seseorang memaksanakan bertindak melebihi apa yang semestinya dilakukan, hal ini cenderung merugikan tidak hanya dirinya tetapi juga orang lain. 

Seseorang dengan tingkat penghasilan pas-pasan yang uangnya hanya cukup untuk makan sehari-hari saja tiba-tiba menginginkan membeli suatu barang. Jika dilihat lebih jauh, barang itu mungkin masih bisa ditunda pemenuhannya pada lain waktu. 

Namun justru ia tetap memaksakan kehendaknya tersebut meskipun harus membelinya dengan kredit dan cicilan per bulan yang cukup berat. Pada saat jatuh tempo sedangkan uang yang ada tidak mencukupi, ia kalap mencari pinjaman kiri kanan demi agar bisa membayarnya. 

Pada titik ini hasrat yang kebablasan telah menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain. Anehnya, situasi ini seakan dianggap biasa-biasa saja. Argumentasinya, "Jika tidak dipaksakan sekrang. Maka kapan lagi waktunya?"

Memiliki keinginan adalah sebuah kewajaran. Menjadi tidak wajar tatkala keinginan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan yang dimiliki. Ingin bergaya selangit, tapi kemampuan untuk mendukungnya saja masih pas-pasan. 

Daripada mementingkan gaya, lebih baik untuk mengatur ulang skala prioritas hidup. Sekadar mengutamakan gengsi atau gaya tidak akan membuat kita beruntung. Sebaliknya, kita justru menggali lubang untuk menjerumuskan diri kita sendiri. 

Orang-orang yang pandai mengatur skala prioritas hidupnya akan jauh lebih beruntung. Menurut piramida Maslow, kebutuhan fisiologis berada pada tingkat dasar kebutuhan manusia. 

Ketika ada seseorang yang lebih memprioritaskan kebutuhan lebih tinggi pada tingkat piramida seperti status, reputasi, gengsi, dan sejenisnya maka bisa dikatakan kalau orang tersebut tidak mampu mengatur kehidupannya secara bijak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun