Mohon tunggu...
Aghisni Bitaqwaya
Aghisni Bitaqwaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa UIN Walisongo Semarang

mahasiswa pendidikan fisika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Spirit Puasa Ramadan dengan Moderasi Beragama dan Pengalaman Pancasila

21 Mei 2021   19:37 Diperbarui: 21 Mei 2021   19:46 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ramadhan merupakan bulan yang mulia dan dinantikan umat muslim di bulan inilah pahala dilipat gandakan, bulan penuh ampunan, keberkahan dan kemuliaan, serta bulan suci ramdhan juga menjadikan umat muslim untuk berbuat kebaikan melakukan kewajiban berpuasa serta menjalankan amaliyah sunnah yang diajarkan Rasulullah SAW.

Puasa ramadhan masuk rukun islam yang ketiga, dan hukumnya wajib dilaksanakan bagi orang islam yang mukallaf (orang yang berakal sehat dan baligh) dan tidak ada udzur atau halangan, dengan puasa ramadhan menjadi pelajaran bagi kita untuk dapat menahan, arti menahan disini cukup luas maknanya, seperti menahan lapar dan dahaga, menahan hawa nafsu, menahan perilaku yang tidak baik dan menahan diri dari perkataan, perbuatan yang tidak baik.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah di dalam syariat Islam. Oleh karena itu puasa menjadi salah satu rukun Islam yang lima yang harus dikerjakan oleh setiap orang Islam yang mukallaf dan yang tidak sedang berhalangan (udzur). 

Dengan puasa ini, Allah ingin menjadikan manusia sebagai hamba yang bertaqwa, yang memiliki prilaku yang baik, sehingga menjadi hamba yang bermanfaat secara hakiki, baik bagi dirinya ataupun bagi sesamanya. Karena itu, puasa di samping sebagai kewajiban yang harus ditunaikan, adalah merupakan kebutuhan penting bagi manusia dalam rangka membentuk kepribadian yang berjiwa taqwa. Melalui puasa, manusia dapat menggembleng jiwanya dan melatih diri untuk berdisiplin tinggi dengan tidak mengerjakan sesuatu kecuali pada waktunya, meskipun sesuatu itu adalah halal baginya, dan membiaskan diri menjauhi segala yang dilarang oleh Allah Swt. serta rajin memperbanyak kebaikan dan kesalehan.

Adapun perintah atas kewajiban puasa secara jelas banyak diketahui di dalam ayat-ayat al Quran dan haditshadits Nabi Saw., di antaranya adalah yang telah tersirat secara tegas di dalam surat al Baqarah ayat 183: yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orangorang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (Q.S. Al Baqarah/2:183). "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." (Q.S. al Baqarah/2:185)

Perintah kewajiban puasa dengan landasan ayat al-quran diatas menguatkan umat islam untuk senantiasa menjalankan ibadah puasa, pada bulan Ramadhan juga kita perlu adanya moderasi antar umat islam yang menjalankan ibadah puasa, seperti halnya sebelum datangnya bulan Ramdhan sebagian ulama  menentukan datangnya bulan ramadhan dengan metode hisab dan rukyat, ada juga yang sepakat dengan dua metode tersebut, ada juga yang cukup menggunakan  hisab saja, akan tetapi kita harus saling menghargai dan menghormati dengan adanya perbedaan pendapat terutama dilingkungan sekitar ada yang memiliki tetangga yang berbeda pendapat dari kita, prinsipnya kita sebagai sesama umat bergama harus senantiasa menjaga silaturahmi, menghargai, dan menghormati antar sesama, karena dengan menghormati dan menghargai akan terbentuk lingkungan yang harmonis dan rukun antar umat islam.

Fenomena perbedaan pendapat di bulan ramdhan memang banyak bukan Cuma contoh diatas yang telah digambarkan ada juga hal lain yang menjadikan perdebatan antara lain dalam perlaksanaan sholat taraweh juga ada yang melakukan 20 rakaat dan juga yang 10 rakaat, keduanya sangat baik dan diperbolehkan, karena hukun sholat taraweh sendiri yaitu sunnah jadi dengan landasan dan pemikiran yang mendasar serta dalil-dalil yang menguatkannya kita diperbolehkan melaksanakan sholat taraweh dengan ketentuan rakatan yang berbeda, tidak menjadikan permasalahan bagi kita seorang muslim karena adanya kekuatan moderasi beragama yang menjadikan kita dapat menghargai, menghormati dan memiliki sikap toleransi dan tengan rasa serta legowo.

Moderasi sudah menjadi pengertian umum dalam bahasa arab ditulis dengan sebutan ) al-wasathiyah) sehingga dalam sebutan Islam moderasi yang telah disusun oleh Tim Kementrian Agama RI menyebutkan bahwa kemajemukan diberbagai kondisi yang ada di Indonesia sangat diperlukan suatu sistem pengajaran agama yang komprehensif yang dapat mewakili setiap orang yang ada melalui ajaran yang luwes dengan tidak meninggalkan teks (Al-Quran dan Hadist), serta pentingnya penggunaan akal adalah sebagai solusi dari setiap masalah yang ada (Tim Penyusun Tafsir Al-Quran Tematik Kementrian Agama RI: 2012). 

Kekerasan dalam Islam yang bermuara pada pemikiran, keyakinan, tradisi dan gerakan harus diluruskan dengan mendekatkan pada tradisi Islam Nusantara yang moderat dan ramah (Hamidulloh Ibda: 2018). Dapat dipahami bahwa dalam merespon kemajemukan Indonesia diperlukan sistem pengajaran, sistem pengajaran merupakan terpadunya komponen-komponen pengajaran seperti: Materi pengajaran, metode, media dan eveluasi pengajaran saling bekerja sama satu dengan yang lain demi mencapai tujuan.

Islam moderasi telah disusun oleh Tim Kementrian Agama RI menyebutkan bahwa kemajemukan diberbagai kondisi yang ada di Indonesia sangat diperlukan suatu sistem pengajaran agama yang komprehensif yang dapat mewakili setiap orang yang ada melalui ajaran yang luwes dengan tidak meninggalkan teks (Al-Quran dan Hadist), serta pentingnya penggunaan akal adalah sebagai solusi dari setiap masalah yang ada. Evaluasi pembelajaran salah satu komponen sistem pengajaran

Nilai  moderat  atau  wasathiyah  penting  untuk  dipertahankan  sebagai  kesadaran kolektif  umat Islam  di  Indonesia.  Hal  ini,  karena  nantinya  akan  menjadi  ikatan kesopanan  dalam  menghadapi  keragaman  dalam  tubuh  Muslim  itu  sendiri  serta keragaman pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun