Mohon tunggu...
Ageng Yudhapratama
Ageng Yudhapratama Mohon Tunggu... Lainnya - Pengangguran profesional

Seorang manusia yang sering sambat mengenai banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Anonim

7 September 2020   20:39 Diperbarui: 7 September 2020   20:33 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi praktek demokrasi melalui pemilu langsung (Foto: faktajabar.co.id) 

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang baru belajar tentang demokrasi. Sebab secara riil demokrasi baru lahir di Indonesia pada medio 1998, ketika Presiden Soeharto terusir dari tampuk kekuasaan. Saat itulah demokrasi mulai perlahan-lahan diterapkan. 

Kebebasan berbicara dijamin oleh hukum. Masyarakat bebas bergabung dalam organisasi/partai politik. Puncaknya ada penyelenggaraan pemilu secara langsung. Masyarakat dapat memilih sendiri sosok-sosok yang akan ditunjuk menjadi pemimpin negara atau perwakilan di lembaga legislatif.

Abdul Gaffar Karim, dosen politik dari UGM, pernah menyebutkan kekuatan demokrasi suatu negara dapat diuji setelah melewati masa lima kali pemilu langsung atau sekitar 25 tahun. 

Jika negara itu tidak hancur akibat perang saudara selama kurun seperempat abad masa percobaan demokrasi, negara itu akan terus berkembang sebagai negara demokratis yang sesungguhnya. 

Apabila meminjam pendapat tersebut, artinya bangsa ini baru belajar demokrasi langsung sejak mempersiapkan Pemilu 2004. Dalam rentang waktu tersebut bangsa ini baru menyelenggarakan empat kali Pemilu tingkat nasional serta beberapa kali Pilkada di tingkat daerah. Masa-masa ini adalah waktu dimana bangsa ini tengah digembleng di kawah candradimuka demokrasi.

Namun celakanya dalam masa-masa berat "belajar berdemokrasi" ini justru kita harus menghadapi era lahirnya media sosial. Facebook lahir di 2004, tepat pada saat Indonesia baru belajar berdemokrasi langsung. 

Ditambah WhatsApp yang lahir tahun 2009 dan penggunanya di Indonesia mulai bertumbuh secara masif sejak 2013. Dengan demikian, bangsa ini harus tertatih-tatih menghadapai dua tuntutan zaman sekaligus: "belajar berdemokrasi" sembari "belajar bermedia sosial".

Fenomena tumbuhnya media sosial ini menghadirkan cobaan hebat bagi proses pematangan demokrasi bangsa Indonesia. Dengan kehadiran media sosial bangsa Indonesia memasuki era demokrasi anonim. Hal ini ditandai dengan euforia saat orang mengetahui dirinya bisa memiliki kebebasan berbicara di media sosial secara anonim. 

Dengan menjadi anonim, orang terlepas dari belenggu kewajiban bersopan-santun sebagaimana tata nilai berinteraksi di dunia nyata. Segala hal yang tadinya tabu dibicarakan di dunia nyata mendadak mendapat ruang yang luas untuk dikemukakan di media sosial. 

Seperti berkomentar jahat, saling mempertentangkan agama, menyebarkan informasi palsu (hoax), post-truth, bahkan hingga informasi yang memuat ujaran kebencian (hate speech). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun