Mohon tunggu...
Ceritamakvee
Ceritamakvee Mohon Tunggu... Agata Vera

"Bersoraklah, dunia ini panggungmu" Selamat datang. Saya ibu dari 3 orang anak. Blogger sejak 2011. Bertahan menulis karena menulis itu sehat Twitter @makvee_vee Facebook Agata Vera Setianingsih Instagram ceritamakvee www.makveestory.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gaji Pertama, Ibu, dan Sebungkus Rindu dari Tanah Papua

28 Mei 2025   22:17 Diperbarui: 29 Mei 2025   05:58 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pribadi by Open AI

Tahun 2011 adalah tahun yang aneh. Saya lulus kuliah dengan IPK yang tidak buruk, semangat yang masih menggebu, dan satu tekad yang sederhana: saya ingin kerja. Bukan karena ingin kaya, bukan pula karena sedang ingin terlihat keren di reuni SMA. Tapi karena satu hal: saya ingin punya gaji pertama, dan memberikannya pada ibu saya.

Kata orang, gaji pertama adalah sakral. Entah kenapa, uang yang bahkan belum sempat dipegang hangat-hangat itu terasa seperti medali emas. Dan saya percaya itu. Maka ketika saya mendapat pekerjaan sebagai asisten peneliti dalam proyek riset keliling Papua, saya tidak pikir panjang. Tiket pergi langsung saya ambil, ransel saya kemas, dan hati saya bawa serta.

Papua, Gaji, dan Sepiring Harapan
Saya ingat betul, saat kaki saya menginjak tanah Papua untuk pertama kali, udara terasa sangat berbeda. Ada semacam aroma tanah basah yang jujur dan langit biru yang terlalu jernih untuk saya yang biasa hidup di kota. Saya bukan datang untuk jalan-jalan. Saya datang untuk kerja. Mewawancarai masyarakat, mengumpulkan data, memetakan masalah sosial, dan yang terpenting belajar.

Bekerja di Papua bukan perkara gampang. Jaringan kadang mati, listrik suka ngambek, dan medan kadang membuat lutut goyah. Tapi semua itu entah kenapa terasa ringan. Mungkin karena saya punya tujuan yang selalu saya bawa dalam kepala: saya ingin pulang, dan memberi gaji pertama saya pada ibu.

Saya digaji tidak besar. Namanya juga riset. Tapi jumlahnya tidak penting. Nilai uang itu kalah jauh dibanding perasaan yang menyertainya.

Momen Paling Membanggakan: Gaji yang Tak Sepenuhnya Milik Saya

Bulan itu, gaji saya cair. Saya diam-diam cek saldo ATM. Jumlahnya membuat saya tersenyum geli, lumayan untuk ukuran fresh graduate yang baru mencicipi dunia kerja. Tapi saya tahu, uang itu bukan buat saya. Hari itu juga, saya transfer sebagian besar ke rekening ibu saya. Sisanya saya pakai beli oleh-oleh dan sedikit pulsa untuk telepon.

Koleksi Pribadi by Open AI 
Koleksi Pribadi by Open AI 

Saya ingat percakapan pendek kami:

"Iki duit apa Nduk?" (Ini uang apa, Nak?) Meski sebenarnya ibu tahu gaji pertamaku beliau tetap bertanya memastikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun