Mohon tunggu...
Ceritamakvee
Ceritamakvee Mohon Tunggu... Agata Vera

"Bersoraklah, dunia ini panggungmu" Selamat datang. Saya ibu dari 3 orang anak. Blogger sejak 2011. Bertahan menulis karena menulis itu sehat Twitter @makvee_vee Facebook Agata Vera Setianingsih Instagram ceritamakvee www.makveestory.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ramadan 2025: War Takjil dan Sepotong Kehangatan di Senja Hari

1 Maret 2025   14:42 Diperbarui: 2 Maret 2025   11:11 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto koleksi pribadi

Ramadan selalu datang dengan cara yang sama setiap tahunnya, membawa nuansa hangat dan penuh makna, meskipun aku sendiri bukan seorang Muslim. Namun, entah mengapa, ada daya magis yang selalu menyelimutiku setiap kali bulan ini tiba. Lampu-lampu temaram yang menggantung di jalanan, aroma khas masakan berbuka yang menguar dari setiap rumah, dan tawa anak-anak yang berlomba-lomba mengumpulkan amplop takjil dari tangan-tangan murah hati---semua itu seperti simfoni kehidupan yang merangkul siapa saja yang ingin menikmatinya.

Aku ingat bagaimana Ramadan 2024 berlalu begitu cepat, meninggalkan jejak kehangatan dalam setiap petang yang kulewati. Di sudut kota yang sibuk, aku sering kali bergabung dalam "war takjil"---tradisi berburu makanan berbuka yang digelar di sepanjang jalan. Tak peduli bahwa aku tidak menjalankan puasa, ada sesuatu yang membuatku terikat pada momen-momen itu: kebersamaan, harapan, dan cinta yang tak terucapkan dalam sepotong gorengan atau segelas es cendol.

Kini, Ramadan 2025 akan segera tiba, dan aku sudah menyiapkan rencana yang lebih matang. Jika tahun lalu aku hanya menjadi pengamat yang terbuai dalam semarak suasana, tahun ini aku ingin menjadi bagian yang lebih dalam dari kisah itu. Aku ingin menelisik lebih jauh, menikmati Ramadan bukan hanya dari sisi kuliner, tetapi juga dari cerita-cerita yang hidup di antara orang-orang yang kutemui.

Persiapan: Menyusun Strategi War Takjil dan Mencari Makna di Baliknya

Aku memulai persiapanku dengan mencatat beberapa lokasi terbaik untuk berburu takjil di kotaku. Ada Jalan Matani, tempat di mana ibu-ibu, mahasiswa menjajakan aneka jajanan dengan harga murah meriah. Lalu ada Depan Kantor Lama Bupati Kupang, Depan Gedung Mandiri dekat Gereja Katedral Kupang, dan Sekitar Pasar Oesapa, yang setiap sore menjelma menjadi pasar dadakan penuh hidangan menggoda. Dan tentu saja, ada area Masjid Raya Kupang, tempat di mana relawan membagikan ratusan bungkus takjil gratis bagi siapa saja yang lewat.

Namun, kali ini aku tidak hanya ingin sekadar mengambil bagian dalam perburuan makanan. Aku ingin membawa sesuatu sebagai balasan atas kebaikan yang kuterima. Maka, aku memutuskan untuk membuat takjilku sendiri---es dawet pandan dengan gula merah kental dan santan segar. Aku membayangkan betapa menyenangkannya menukar sepiring gorengan dengan segelas dawet buatanku sendiri.

Selain itu, aku juga merencanakan sesuatu yang lebih berani: menjadi relawan pembagi takjil di Masjid Raya Kupang. Aku ingin tahu rasanya berada di sisi lain meja, bukan sebagai penerima, tetapi sebagai pemberi. Aku ingin melihat senyum orang-orang yang menerima sebungkus kolak dari tanganku, ingin merasakan kehangatan yang muncul dari memberi tanpa pamrih.

Hari Pertama Ramadan: War Takjil dengan Sentuhan Baru

Ketika hari pertama Ramadan tiba, udara terasa lebih syahdu. Langit jingga membingkai atap-atap rumah, dan aroma khas bulan puasa mulai memenuhi jalanan. Aku membawa termos besar berisi es dawet yang kubuat sendiri, siap untuk ditukar dengan takjil lain di sepanjang perjalanan.

Langkah pertama rencanaku akan ke Jalan Matani. Di sana, deretan tenda kecil sudah berdiri, menjajakan berbagai makanan dari gorengan hingga bubur sumsum. Aku mendekati seorang ibu penjual risoles yang tersenyum ramah kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun