Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Panggilan Telepon

3 Oktober 2011   05:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:23 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_134745" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi (pcwin.com)"][/caption]

"Benar, Pak! Saya dengar sendiri ada suara anak kecil, terus begitu ganti suara perempuan, sama ada suara laki-laki juga. Sumpah demi Tuhan! Suaranya putus-putus tapi itu yang saya dengar...."

Lasmini ditarik ke belakang oleh seorang tentara yang kelelahan. Ia diberi minum dan diseka keringat di mukanya yang masih memerah dan  matanya yang terus berkedip basah. Evakuasi masih berjalan dan di lapangan itu, tak ada keriuhan lain kecuali pecah tangis puluhan kerabat yang menyesalkan lambannya penyelamatan keluarga mereka.

Tangis Lasmini semakin keras dan pecah. Tubuhnya bangkit, lehernya mendongak saat seorang pria paruh baya berbadan besar berjalan ke arahnya sambil membuka topi. Setelah melihat sekeliling dengan diam, pria itu berlutut dan memegang pundak Lasmini. Setelah menarik napas sejenak, ia menatap mata basah Lasmini.

"Kami sudah berusaha sebaik mungkin. Mohon maaf. Semua meninggal dunia."

"Tidak mungkin!" Tidak mungkin!" Lasmini lalu menarik kerah baju pria itu sampai satu kancingnya terlempar ke tanah. Beberapa anak buah berusaha memisahkan tapi Kepala Basarnas membiarkan perempuan itu meluapkan amarahnya.

"Pak! Saya dengar sendiri Kamis malam, saya menelepon jam 11, jelang tengah malam dan tersambung. Suaranya putus-putus tapi saya dengar suara anak kecil, lalu suara perempuan, lalu ganti suara laki-laki. Tidak mungkin saya salah dengar, Pak!"

Kepala Basarnas terdiam.

"Kami mengerti, Bu Lasmini. Kami akan bawa semua korban kemari. Setelah itu saya berjanji akan menyelidiki panggilan telepon ibu ke pesawat. Permisi."

Lasmini hanya memukul-mukul rumput saat pejabat itu bangkit lalu pergi.

Marwoto kembali mengenakan topinya lalu dengan dikawal tiga tentara berlari kecil menuju helikopter yang menghempaskan gelombang angin ke sekeliling lapangan itu. Tugasnya sebagai kepala BASARNAS membuat ia harus menyelesaikan tugas teknis, dan meyakinkan fakta kepada semua kerabat korban, sepahit apapun itu. Ia juga manusia, dan ia mengerti mengapa perasaan cinta melampaui masuk akalnya logika kejadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun