Mohon tunggu...
Afriyanto Sikumbang
Afriyanto Sikumbang Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Belajar mensyukuri apa yang kita miliki

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Entah Apa yang Merasukimu Gibran dan Bobby...

20 Desember 2019   14:22 Diperbarui: 20 Desember 2019   14:22 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution. Foto: Kompas

Pembaca yang budiman. Bayangkan jika Anda jadi presiden, dan anak mantu Anda mau nyalon jadi walikota, bagaimana sikap Anda? Saya yakin Anda pasti akan setuju. Kalau pertanyaan itu ditujukan ke saya, jawabannya juga sama. Kapan lagi memanfaatkan momentum ini, mumpung saya lagi berkuasa.

Nah, itu pulalah yang dialami Presiden Jokowi. Dia juga manusia, sama seperti kita. Namun jangan terlalu berprasangka buruk sama Jokowi. Sebab dia sudah berkali-kali menegaskan bahwa dia tidak bisa melarang anak mantunya untuk terjun ke dunia politik, seperti juga dia tidak bisa melarang mereka untuk terjun ke dunia bisnis. Mereka dianggap sudah dewasa, sudah mandiri dan bisa menentukan nasibnya sendiri. Jokowi pun telah menegaskan tidak ada niatan untuk membangun dinasti kekuasaan.

Jadi, apa yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution sah-sah saja. Sikap Jokowi pun bisa dimaklumi. Gibran telah secara resmi maju sebagai calon Walikota Solo melalui PDIP, sedangkan Bobby mendaftar sebagai calon Walikota Medan melalui Partai Golkar. Mereka akan bertarung pada Pilkada serentak yang dijadwalkan berlangsung pada September 2020.

Ini bukan kali pertama anak presiden ikut "ngedompleng" popularitas orangtuanya. Di masa Orde Baru, semua anak Presiden Soeharto, termasuk menantunya aktif berbisnis dan berpolitik. Sebagian menjadi fungsionaris Golkar, partai terbesar saat itu yang didirikan oleh Soeharto. Putri sulungnya Siti Hardiyanti Rukmana atau biasa disapa Mbak Tutut malah pernah menjadi Menteri Sosial di Kabinet Pembangunan VII.

Di era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pun begitu. Namun tidak se-sporadis zaman Soeharto. Hanya Yenny Wahid yang berkecimpung di dunia politik. Itu pun hanya sebagai Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik.

Di zaman Megawati juga sama saja. Si Ibu sejak awal sudah mengkader putrinya Puan Maharani di kancah politik. Memang, Puan diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bukan saat Megawati menjabat presiden, melainkan di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Namun jangan lupa, PDIP adalah partai yang melejitkan pamor Jokowi di kancah politik nasional. Dan terpilihnya Puan sebagai Ketua DPR-RI juga tidak terlepas dari peran Megawati sebagai Ketua Umum PDIP yang menjadi pemenang pemilu legislatif.

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga demikian. SBY telah mengkader Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) untuk menjadi politisi dan duduk sebagai fungsionaris Partai Demokrat. Belakangan, SBY---setelah tidak menjadi presiden--juga mendidik putra sulungnya Agus Harimurti untuk menekuni politik.

Satu-satunya presiden yang tidak melibatkan anaknya di kancah politik adalah B.J. Habibie. Dia sepertinya lebih nyaman membiarkan anak-anaknya fokus menekuni bidang sains dan teknologi.

Jadi, sekali lagi, sah-sah saja anak presiden terjun ke dunia politik. Tidak ada aturan yang melarang hal itu.

Terlalu Prematur

Meski begitu, kembali ke topik Gibran dan Bobby, sangat disayangkan mengapa mereka terlalu cepat mengejar posisi walikota. Masih terlalu prematur untuk menuju ke posisi tersebut. Untuk dunia politik, keduanya anak baru kemaren sore. Masih bau kencur. Belum pernah merasakan pahit getirnya politik. Gibran bahkan baru mengantongi Kartu Tanda Anggota (KTA) partai berlambang banteng moncong putih itu pada September 2019. Coba bayangkan, baru 4 bulan jadi anggota, kok sudah berani mencalonkan diri jadi Walikota Solo.

Dengan keanggotaan seumur jagung itu, Gibran sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk maju di Pilwakot Solo. Sebab, untuk maju dalam pilkada melalui PDIP, partai ini mensyaratkan kadernya untuk lebih dulu menjadi anggota partai minimal selama 3 tahun berturut-turut.

Menanggapi hal itu, Ketua DPP PDI-P Bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani langsung menangkisnya. Menurut Puan, seperti diberitakan Kompas.com, DPP PDI-P bisa mencalonkan Gibran dalam Pilkada Solo 2020 lantaran adanya hak prerogatif. "Ada mekanisme yang harus diikuti dan juga DPP partai mempunyai hak prerogatif memilih siapa calon yang akan diputuskan (maju Pilkada)," kata Puan.

Ya, okelah Bu Puan. Hak prerogatif itu mampu mengeliminasi aturan yang ada. Namun saya menangkap kesan adanya sebuah "pemaksaan". Pokoknya, bagaimanapun, Gibran harus bisa lolos. Begitu kira-kira kesan yang saya tangkap.

Simalakama bagi Jokowi

Baiklah, anggap saja Gibran dan Bobby lolos persyaratan administratif dan siap bertarung di pilkada. Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana dampaknya terhadap Jokowi sendiri? Saya khawatir apapun hasil pilkada nanti akan menjadi buah simalakama bagi Jokowi.

Jika Gibran dan Bobby menang, tentu akan muncul suara sumbang yang menuduh Jokowi sedang membangun dinasti kekuasaan. Dan kemenangan itu hanya mendompleng popularitas Jokowi sebagai presiden. Jokowi akan dinilai tak ubahnya dengan Soeharto.

Jika kalah, akan lebih parah lagi, mereka habis di-bully. Payah, sudah ngedompleng nama besar Jokowi dan PDIP kok masih kalah juga. Demikian kira-kira bully-an publik nanti.

Oleh karena itu, saya berpesan kepada Gibran dan Bobby, tolong pikir-pikir lagi dengan hati yang jernih, sebelum terlalu jauh melangkah. Jangan sampai reputasi Pak Jokowi rusak oleh ulah kalian berdua.

Tapi kalau Anda berdua merasa sudah mantap dengan keputusan untuk maju, ya monggo dilanjut. Saya hanya bisa mendoakan semoga Anda berdua bisa mengikut kontestasi ini secara fair, dan pilkada dapat berlangsung dengan jujur dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun