"Iya, kita semu. Aku tak berhak marah, kau tak ada kewajiban menjelaskan. Kita bukan apa-apa, aku yang konyol di sini. Kita bukan lagi kita, maaf. Aku terlampau berani mengajakmu bertemu kembali malam ini. Haha.." kelakarmu sinis.
***
Aku bingung harus merespons apa karena yang aku pahami saat ini adalah aku dan dia merupakan semu yang terpelihara ketidakjelasan. Kami adalah perwujudan dari ke-absurd-an hidup yang masih akan terus menyusun kepingan puzzle yang dipenuhi teka-teki.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!