Mohon tunggu...
Sitha Afril
Sitha Afril Mohon Tunggu... Freelancer - Student of Master Degree - Diponegoro University

Saya hanya seorang pembelajar yang terkadang "absurd" dalam menyikapi fenomena di sekitar. Jadi, jangan terkejut jika tulisan-tulisan saya pun "absurd", he-he!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Maaf, Aku Berbohong Malam Ini

28 Mei 2020   22:23 Diperbarui: 28 Mei 2020   22:22 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru sekitar 500 meter, perasaanku mulai tidak enak. Dua kali sudah tangan kirinya mencoba untuk meraba pahaku yang terlapisi kain berbahan jins.

Sialnya, ponsel lelakiku kehabisan batre. Setengah jam sebelum aku selesai wawancara, dia sudah mengabari kalau sebentar lagi ponselnya mati dan dia lupa membawa powerbank. Sumpah, aku mulai gemetar.

Titik tuju ke arah kosku yang harusnya bisa ditempuh dengan rute cepat, justru diputarnya dan dibuat jauh.

"Kenapa harus lewat jalan Sawunggaling, Bang? Jadi jauhnya ini, kan!" kataku ketus.

"Ya sesekali lah, Dik. Kita nikmati waktu berdua lebih lama, lagian kapan lagi kan bisa berduaan samamu kek gini?" jawabnya dengan intonasi dan lirikan yang menjinjikkan.

Aku benar-benar panik, tapi aku tidak boleh terlihat takut. Kebetulan, aku sedang bertukar pesan dengan karibku yang tengah berada di Medan. Dia bermarga Simanjuntak dan dia pun sudah seperti abangku sendiri. Aku menceritakan kondisiku padanya lewat pesan dan dia mulai mendiktekan skenario licik yang harus aku ikuti jika terjadi hal yang membahayakan.

"Nanti, kalau dia mulai aneh-aneh. Bilang saja kalau kau sebenarnya pun boru Batak. Bilang kau adikku dan lansung saja telpon aku, ya!" inti pesan Bang Juntak.

Belum juga aku selesai membalas pesan tersebut, Tomi menghentikan mobilnya tepat di waduk kampus yang sepi dan minim pencahayaan.

"Kenapanya berhenti?" tanyaku dengan nada yang semakin naik.

"Dik, kalau Abang lihat-lihat, kau ini cantik sebenarnya. Mukamu sensual, bibirmu pun seksi. Nggak kuat Abang lihatnya, Dik!" kata Tomi  yang mulai mendekatkan mukanya ke arah mukaku.

Refleks, aku pun menamparnya. Tak ada perlawanan, dia justru tertawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun