Mohon tunggu...
Afni Handayani
Afni Handayani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Tasawuf dan Psikoterapi Universitas Muhammadiyah Cirebon

Pembelajar Sepanjang Hayat

Selanjutnya

Tutup

Love

Berpisah Itu (Tidak) Mudah

18 Januari 2021   13:18 Diperbarui: 18 Januari 2021   13:23 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpisah, bercerai atau apapun namanya yang pasti memisahkan dua jiwa yang terikat dalam satu pernikahan itu rasanya tidak semudah ketika amarah dan ego sedang dalam puncak-puncaknya. Mungkin beberapa akan lega setelah terlepas dari belenggu hubungan yang selama ini tidak nyaman, toxic, meresahkan dan bahkan mengancam jiwa. Akan tetapi ada juga yang malah masuk ke dalam perasaan tidak menentu atau malah makin tidak baik karena perpisahan tersebut. Semua kembali ke dalam persoalan di dalam hubungan tersebut. 

Saya tidak akan berbicara dari sisi perpisahan yang disebabkan oleh karena KDRT ataupun sebab lain yang menyebabkan jiwa salah satu ataupun salah duanya terancam. Saya berbicara dari sisi hubungan yang sebenarnya bisa diselamatkan atau bahkan berpisah dengan cara yang elegan. Ragam masalah dalam hubungan pernikahan bukan hanya satu, dua, tiga akan tetapi kompleks. Ditambah lagi jika ego dan emosi ada di puncak  paling atas. Luluh lantak rasanya semua yang selama ini dibina. 

Menjalani proses berpisah atau bercerai dengan ketenangan rasanya omong kosong belaka. Bohong rasanya jika pertanyaan-pertanyaan mendasar tidak berseliweran di kepala. Ketika akhirnya ketuk palu hakim memutuskan ikatan pernikahan dan kembali menjadi pribadi masing-masing. Mungkin akan ada rasa kehilangan? entahlah. Menganggap perceraian merupakan kembali menjadi single adalah  tidak pada tempatnya. Susunan rencana yang mungkin sudah tersusun ketika proses cerai berlangsung, akan sirna ketika kesendirian dalam segala hal menjadi nyata di depan mata. Terlebih bagi mereka yang perceraiannya ada anak. Impian menjadi single yang terkalahkan oleh prioritas utama. Divorcee is not the same for being single.

Terbangun dengan realita bahwa setelah bercerai, peran ganda menanti depan mata. Menjadi ayah dan ibu untuk anak-anak, pun mungkin begitu sebaliknya dari pihak laki-laki yang jika mendapatkan hak asuh. Peran ayah yang siap dalam hal bagaimana harus bersikap, menjaga, memberikan perlindungan dan kapan waktu beralih kepada peran lembut sebagai seorang ibu. Pergantian peran yang bisa saja terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik. Sanggupkah? aku tak tahu. 

Ketika memutuskan bercerai, ada rasa emosi yang masuk ke dalam hati. Senang, sedih, takut, kecewa itu pasti ada, manusiawi rasanya. Euforia being single adalah yang bikin kelegaan tersendiri. Setelah sekian lama ada bara dalam pernikahan, akhirnya bisa padam dengan siraman air hujan. Kira-kira begitulah analoginya. Kekagetan kesendirian yang benar-benar sendiri adalah harus benar-benar mampu berdiri di kaki sendiri. Ketika jargon "aku mampu sendiri" tiba-tiba luntur dengan alam nyata yang membawa ketakutan tersendiri. Hal-hal penting yang harus diputuskan, masalah yang harus dipecahkan, kembali berpetualang dalam pekerjaan yang bisa menghasilkan dan menjaga neraca keuangan agar baik-baik saja. Itu semua nggak gampang. 

Secara elegan, perpisahan dalam pernikahan bukan berarti memutus hubungan komunikasi antara mantan, menjalani hal ini juga tidak mudah. Tidka segampang menekan nomor telepon kemudian menghubungi dan dengan lancar bicara seapaadanya. Akan banyak pertimbangan yang mungkin akan menjadi prioritas. Perlu masuk ke dalam perencaan sebelum pisah, kira-kira apakah menjalin pertemanan akan menjadi hal penting? temenan nggak ya.

Menantang perceraian artinya sudah siap dengan segala resiko, baik buruk, pahit getirnya menjalani hidup seorang diri. Mencari wawasan dalam pengambilan keputusan dalam perceraian adalah hal mutlak yang harus dicari. Untuk betul-betul meyakinkan diri, apakah betul bahwa bercerai adalah pilihan yang terbaik. 

Menjadi sendiri adalah keputusan, akan tetapi perlu belajar untuk menjadi sendiri. 

Sendiri bukan berarti sepi, tapi menjadi lebih menghargai sunyi. 

Percayalah bahwa berpisah itu (tidak) mudah. 

Butuh berani seperti layaknya menantang matahari dan juga butuh kaki untuk bisa tetap berdiri dalam sendiri. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun