Mohon tunggu...
Nurafni
Nurafni Mohon Tunggu... -

Menghargai sebuah proses

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Titik

1 Agustus 2013   16:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:44 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Satu Titik

Dirinya pasrah
Bertekuk lutut berlumuran darah
Sambil mencium aroma tanah
Mengangkat kedua tangan dengan pose menadah

Satu persatu nama disebutkan
Semua orang disalahkan
Lontaran kata penuh kebencian
Caci maki tentang kehidupan

Semesta seakan menangkap apa yang dirasakan
Gemeruh petir datang mencenangkan
Hingga dirinya sadar berada disatu titik yang membuatnya tersadarkan
Hidup bukan untuk disesalkan

Akhirnya ia bangkit menatap langit
Berdiri tegak dengan mata menyeringit
Lalu berlari sekencang-kencangnya dengan gesit
Tanpa menghiraukan senyuman sengit

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun