Mohon tunggu...
afif maulana
afif maulana Mohon Tunggu... -

mahasiswa calon guru STKIP Al Hikmah Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Mogok Mengajar, Bagaimana Nasib Siswa?

23 September 2018   16:03 Diperbarui: 23 September 2018   16:31 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramai kini di media masa berita tentang guru, bukan tentang prestasi atau peran hebat guru yang sering dibuat puisi itu, namun guru yang sedang "Demo". Para guru ini adalah para guru honorer, yang gajinya masih minimal dan kerjanya over maksimal. Para guru honorer ini menuntut pemerintah untuk memperhatikan lebih untuk gaji guru honorer yang masih minim.

Rabu, 19 september di Republika.co.id masih terpampang berita guru honorer masih mogok mengajar. Mogok mengajar ini adalah tindak lanjut dari aksi demo, karena pemerintah belum juga mendengar teriakan para guru ini yang kalau di kelas mengajarkan agar siswa tertib. Mogok mengajar ini masih berlanjut hingga beberapa hari kedepan bila pemerintah masih diam."Mogok tetap dilakukan bila tuntutan belum dikabulkan." Begitulah headline tentang mogok mengajar ini.

Fenomena yang mengejutkan ketika guru sang pemberi ilmu, pencerdas insan cendekia sampai menuntut gaji pada pemerintah. Tidak tahu siapa yang sebernarya salah bila kita simak, apakah pemerintah yang masih diam saja padahal guru telah turun kejalan atau guru honorernya yang haus akan gaji.

Tuntutan tidak didengar guru mogok mengajar. Bisa dibayangkan, semua guru tidak ada disekolah. Sekolah sepi tidak ada yang mengajar, padahal gurulah aspek penting di sekolah. Kegiatan pembelaran yang merupakan inti sekolah tidak berjalan, karena gurunya tidak ada. Lalu misalnya seseorang bertanya "gurunya kemana" maka betapa malunya yang menjawab "gurunya Demo."

Guru demo, pemerintah entah ngapain, lalu siswa? Tawuran? Narkoba? Tidak sekolah? Keluyuran dan entah kenakalan macam apa yang lain. Siswa yang sudah niat berangkat sekolah terpaksa menahan kecewa karena gurunya tidak ada. Siapa yang akan mengajar? Siapa pula kemarin yang mengajarkan tentang bersyukur? Tentang tertib? Tentang rezeki yang telah dituliskan oleh Tuhan. Pada kenyataannya guru demo, menuntut gaji yang dianggap rezeki utama, turun dijalanan bersorak-sorak. Lalu dari kejauhan siswanya melihat dengan mata nanar seraya melambaikan tangan "Ibu saya pingen belajar berhitung"

Kejadian ini seolah menggabarkan tidak ada semangat membangun pendidikan di semua kalangan. Pemerintah dan bahkan pelaku pendidikannya sendiri yakni guru tidak merasa memiliki tanggung jawab membangun pendidikan. guru dengan mudah serentak menyatakan tidak mengajar! Karena pemerintah tidak memberikan secara penuh rezekinya. Dapat dilihat dari perilaku guru ini tidak peduli sedang apa siswa yang biasa diajarnya. Guru tidak peduli keadaan siswa. Guru meninggalkan kewajibanya yakni mengajar dan mendidik siswa.

Sejarah Indonesia membuktikan bahwa guru memiliki peran besar dalam kemerdekaan. Para guru dahulu memiliki kemuliaan karena  menghasilkan orang-orang besar yang kedudukannya mulia di negeri ini. H.O.S Cokroaminoto misalnya, menghasilkan seorang Ir. Soekarno Presiden pertama Indonesia.

Sudah saatnya kemuliaan guru dibangkitkan kembali. Guru sebagai pencetak generasi bangsa haruslah diberikan sesuatu keistimewaan. Guru mestinya mendapat kedudukan special disetiap tempat. Indonesia saatnya memberikan kemuliaan pada guru-guru, seperti di beberapa negara lain yang memberikan keistimewaan pada guru. Beberapa negara memberikan kemudahan para guru untuk menggunakan fasilitas-fasilitas umum, menciptakan sebuah pandangan kemuliaan pada guru.

Dengan demikian, apabila kemulian guru dikembalikan oleh negara tidak akan ada lagi para guru berdemo, tidak akan ada lagi guru yang harus repot-repot mogok ngajar meninggalkan muridnya. Selain itu, input guru nantinya juga berasal dari orang yang mempunyai kapasitas mumpuni karena persaingan yang sangat ketat, para masyarakat ingin mendapatkan kemuliaan seperti seorang guru.

           

             

           

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun