Mohon tunggu...
Afifatul Khoirunnisak
Afifatul Khoirunnisak Mohon Tunggu... Petani - Sarjana Pertanian

Menikmati perjalanan hidup dengan belajar dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pertanian, Miskonsepsi, dan Potensi Masa Depan

1 September 2020   19:49 Diperbarui: 3 September 2020   05:04 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Afifatul Khoirunnisak (Doc. Pribadi)

Teriknya matahari membuatku menepikan motor ke sebuah warung di tepi jalan. Minum segelas es teh pasti segar, batinku. Kucabut kunci dari motor matic yang telah setia menemaniku bertahun-tahun.

Terlihat bapak-bapak sedang asyik bercengkerama, ada yang sedang mengisap rokok, dan ada juga yang sedang menyeruput kopi hitam. Mungkin mereka sedang rehat dan melepas penat dari rutinitas hariannya. Bau asap rokok dan keringat berbaur menjadi satu ketika kulangkahkan kakiku masuk ke dalam warung.

"Kuliahnya jurusan apa mbak?" tanya seorang bapak yang duduk di depanku. 

Terlahir sebagai orang Jawa membuatku terbiasa dengan budaya seperti itu, yaitu saling bertegur sapa dan berbasa-basi meskipun baru pertama kali bertemu. Mungkin kalau aku terlahir sebagai orang Barat akan merasa tersinggung ketika ditanya hal privasi seperti itu.

"Pertanian pak," jawabku

"Oh, diajarin nyangkul ya?"

"Kenapa mau ambil jurusan pertanian mbak? Nggak takut kepanasan? Nanti kulitnya hitam loh." Sahut bapak disebelahnya yang rupanya tertarik dengan obrolan kami.

Aku sudah terbiasa dengan statement seperti itu. Memang masih jarang anak muda yang mau mengambil kuliah jurusan pertanian. Palingan masuk jurusan pertanian karena berbagai faktor lainnya seperti nggak ada pilihan lain, disuruh orang tuanya, keterimanya di jurusan itu, atau "nggak papalah yang penting kuliah". Namun, ada juga yang memang niat ingin memajukan pertanian di Indonesia. Aku termasuk yang mana? Entahlah.

Ketika awal masa kuliah, aku agak tersinggung mendengarkan statement macam itu. Apalagi kudengar langsung tidak hanya dari orang-orang yang baru ku kenal, namun juga dari saudara-saudaraku.

"Aduh, kok kuliahnya ambil jurusan pertanian. Keponakanku ambil jurusan itu setelah lulus cuma jualan sayur."

"Oalah nduk, nduk. Sekolah tinggi-tinggi kok yo pertanian. Sini tak ajarin tandur, saya sudah pengalaman puluhan tahun."

"Setelah lulus kuliah ngapain? Mau kerja di sawah? Kok ya nggak ambil jurusan perkantoran aja."

Dan masih banyak statement lainnya yang sempat membuat mentalku semakin menciut. Campur aduk perasaanku saat itu. Sudah masuknya susah, harus mengikuti berbagai tahap seleksi. Eh giliran diterima dapat tanggapan seperti itu. Seringkali aku bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah aku salah ambil jurusan pertanian?

Seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting. Kuliah pertanian juga tidak hanya diajari nyangkul seperti yang orang-orang kata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun