Mohon tunggu...
Afifah Wahda
Afifah Wahda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar Kehidupan

Hanya pembelajar yg punya hobi mencatat. Tak pandai bicara. Bercita-cita menjadi penulis & psikolog.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merefleksikan Artikel "Skripsi Berujung Depresi"

11 Januari 2019   20:55 Diperbarui: 12 Januari 2019   00:19 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tak sengaja malam ini saya membaca artikel berjudul "Skripsi Berujung Depresi" yang diterbitkan di salah satu media online pada hari Rabu, 9 Januari 2019. Ini bukanlah suatu fenomena yang asing lagi terdengar di telinga kita, namun jika ditinjau lebih lanjut, persoalan seperti jangan dianggap ringan ataupun juga dianggap terlalu mengerikan. 

Karena saya yakin setiap orang tentu mempunyai pendapat yang berbeda dalam menanggapi kasus ini. Bahkan tidak hanya kasus bunuh diri karena skripsi saja, banyak yang perlu kita kaji fenomena lain yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan kasus bunuh diri. Diantaranya bisa karena cinta (sakit hati/patah hati), sakit (fisik/psikis), ekonomi, bullying dan lain-lain. Untuk kasus lainnya, mungkin bisa saya bahas di lain waktu.

Kembali pada kasus stres, depresi, yang kemudian berujung bunuh diri pada kasus mahasiswa skripsi. Mungkin di satu sisi ada yang memandang, "Gara-gara skripsi, kok bisa sampai mengakhiri hidupnya?" atau sebaliknya, "Kasus bunuh diri karena skripsi tidak boleh dianggap remeh, apalagi sebelah mata, karena ini juga menyangkut masa depannya. Seharusnya ada perhatian khusus atau pendampingan untuk kasus seperti ini."

Kalau bagi saya, mahasiswa skripsi perlu perhatian khusus bahkan pendampingan. Apalagi mereka yang mengalami perpanjangan perkuliahan karena skripsi. Karena dibilang dewasa, mereka belum sepenuhnya dewasa dan matang mentalnya. Paling tidak, ada tiga hal yang menjadi masalah yang krusial, diantaranya: masalah finansial, psikis, dan kemampuan akademik.  

Mengenai masalah finansial, tidak semua mahasiswa dan orangtuanya mampu membiayai perpanjangan masa perkuliahan. Bahkan dengan terpaksa, ada mahasiswa yang bekerja sampingan untuk menutup biaya perkuliahan disamping yang utama harus menyelesaikan skripsi. 

Begitu juga dengan masalah psikis yang akan dihadapi, tiba-tiba penyesalan waktu menjadi boomerang tersendiri dan juga tekanan dari lingkungan terdekatnya, baik orangtua, dosen pembimbing, kampus, teman-teman perkuliahan, masyarakat dan lain-lain. 

Dan yang terakhir, mengenai kemampuan akademik mahasiswa menyelesaikan skripsi, baik secara kompetensi secara akademiknya maupun mentalnya. Ada beberapa mahasiswa yang kesulitan menuliskan karya ilmiah karena sebelumnya tidak terbiasa menulis karya ilmiah, atau ada pula masalah lain yang mengiringi, misalnya, ketakutan menemui dosen pembimbing, trauma presentasi, dan lain-lain.

Bahkan untuk kasus siswa SMP, SMA yang bunuh diri gara-gara tidak lulus Ujian Nasional (UN) demi menghindari bullying juga perlu antisipasi pendampingan di sekolah sebelumnya. Begitu juga kasus-kasus lainnya yang biasa terjadi di sekolah SMP, SMA maupun di perkuliahan.

Bagi saya, keduanya bukan kasus yang dianggap remeh. Minimnya pendampingan guru-guru di sekolah terhadap siswa-siswi yang bermasalah masih sangatlah minim. Mengetahui masalah siswa-siswinya saja belum tentu, apalagi melakukan pendampingan terhadap anak didiknya.

Sebelum merefleksikan lebih lanjut, saya ingin memberi rangkuman isi artikel yang berjudul "Skripsi Berujung Depresi". Berikut beberapa kasus, gambaran depresi, cara menghindari depresi, dan cara melawan depresi.

Kasusnya diantaranya sebagai berikut.

  1. Kasus meninggalnya seorang mahasiswa berinisial RWP (24 tahun) semester 13 Universitas Padjajaran (Unpad) pada tanggal 24 Desember 2018, tepat sehari menjelang Natal. Mahasiswa tersebut ditemukan tewas gantung diri di kamar kosnya. Dari keterangan sejumlah pihak (termasuk warga di Jatinangor), sebelum meninggal RWP mengeluhkan masalah keuangan dan skripsi. 
  2. Pada September 2018 lalu, mahasiswa berinisial IR (22 tahun) Jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat tewas gantung diri diduga akibat persoalan skripsi.
  3. Mahasiswa Universitas Negeri Medan berinisial MMM (23 tahun), juga ditemukan tewas gantung diri pada November 2018. Diduga kuat ia gantung diri karena stres proposal skripsinya ditolak berulang kali oleh pihak kampus

Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Salis Yaniardi, mengatakan depresi memang kerap menjadi faktor pendorong orang melakukan bunuh diri. Depresi merupakan tahap seseorang kehilangan harapan dan pikirannya terombang-ambing. Untuk masuk ke tahap depresi, orang-orang ini, menurut Salis, pasti melalui tahap stres. Stres menjadi pintu utama orang masuk ke tahap depresi. 

Kemudian, Bu Salis memberikan beberapa hal agar terhindar dari depresi.

  1. Berbagi cerita kepada orang yang dipercaya. Mengeluarkan perasaan atau "unek-unek" yang dirasakan penting dilakukan. Jika tak ada yang dapat dipercaya hubungi ahli atau psikolog. Minta mereka bersikap profesional untuk tak membeberkan rahasia. 
  2. Yakin akan kemampuan diri. Ini akan menjadi sugesti untuk usaha-usaha yang dilakukan.
  3. Berpikir positif dan optimistis. Kedua hal ini kunci dalam setiap jengkal kehidupan.

Hal serupa diungkapkan laman Psychology Today, beberapa hal dapat dilakukan untuk melawan depresi.

  1. Kenali bahwa bagian dalam diri kita kerap mengkritisi diri sendiri. Kritikan dari "suara hati" ini kadang memperuncing depresi yang kita alami. Di sinilah pentingnya berpikir positif.
  2. Aktif. Sibukkan diri dengan banyak aktifitas atau bertemu banyak orang.
  3. Jangan mengisolasi diri. Berbagi cerita dengan orang lain tak ada salahnya.
  4. Lakukan hal-hal yang disukai. Hal yang menimbulkan perasaan senang dalam diri, namun tetap dalam koridor kegiatan positif. Menonton film-film bergenre komedi bisa jadi pilihan.
  5. Temui ahli, psikolog atau psikiater. Di luar negeri mungkin sudah banyak layanan hotline untuk orang-orang yang mengalami depresi. Tapi tidak di Indonesia, layanan semacam itu rasa-rasanya belum ada.

Secara umum, stres dan depresi dari sudut pandang masalah apapun tetap harus diwaspadai. Mengenali gejala-gejalanya lebih dini itu lebih baik, tapi lebih baik lagi mengantisipasi diri kita dari stres dan depresi. Apabila sudah mengalami, berusaha sekuat mungkin untuk bertahan menghadapi stres dan depresi. Hal ini jika bisa kita lalui dan diselesaikan, akan menguatkan kita untuk menghadapi masalah-masalah lainnya di kehidupan kita selanjutnya.
So, semangat buat kita semua. Jangan lupa untuk mempedulikan orang-orang di sekeliling kita agar mereka juga bisa beradaptasi dengan masalah yang menempanya.

Untuk artikel yang saya refleksikan di tulisan ini bisa klik link berikut.

Skripsi Berujung Depresi 

Dan artikel-artikel yang terkait lainnya untuk kita refleksikan bersama. 

Depresi Karena Skripsi, Kampus & Dosen Wajib Menolong Mahasiswa 

Skripsi Tak Kunjung Rampung, Isnaini Gantung Diri


#2019LebihSehatMental
Ponorogo, 11 Januari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun