Mohon tunggu...
Afifah Wahda
Afifah Wahda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar Kehidupan

Hanya pembelajar yg punya hobi mencatat. Tak pandai bicara. Bercita-cita menjadi penulis & psikolog.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Surga Itu Dekat, Sangat Dekat

6 Januari 2019   22:30 Diperbarui: 6 Januari 2019   22:41 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jalan menuju syurga memang ada banyak pintu. Namun, kenapa kita selalu mencari-cari sampai di belantaran hutan? yang kemudian hal itu bisa saja membuat kita terjatuh ke dalam jurang. Padahal syurga itu dekat, sangat dekat. Sedekat telapak kaki orang yang sudah menjamu kita dari dalam kandungan sampai kita terlahir ke dunia atau bahkan sampai kita besar sekarang ini.

Ialah Ibu, sosok bidadari tak bersayap yang menjelma menjadi manusia. Begitu juga Ayah yang menjadi pemimpin dalam kehidupan kita.

Lalu bagaimana dengan sebuah realitas, tentang seorang anak yang mencari jalan untuk berbakti pada orangtua dengan cara merantau -- atau istilah lebih beratnya adalah beradu nasib, yang mungkin awal niatnya ialah untuk sekedar menyambung hidup atau memutus rantai kemiskinan. Begitu berat perjuangan hidup mereka. Entah akan sementara atau menetap mereka di kota orang bahkan bisa ke negeri orang. Menimbang, bahwa materil (harta, nilai, kedudukan) ternyata menghipnotis kita untuk mengejarnya. Padahal sejatinya semua itu semu, hanya sebuah label sementara.

Seperti perbincangan di suatu malam dengan Ayah, beliau menceritakan bahwa  ada orangtua yang mempunyai anak-anak hebat, kuliah atau kerja di luar negeri namun hal itu hanya bisa dibanggakan sesaat. Karena sejatinya, orangtua tetap mengharapkan kehadiran anak-anaknya itu dekat dan hadir untuk mereka. Jadi teringat celetuk yang pernah terlontar dari adikku, "Hidup itu murah, yang mahal adalah gengsinya!" katanya. Singkat kata, tapi ngena. 

Jadi, tak perlu mengejar kebanggaan diri yang semu jika pada akhirnya kita melupa. Cara membahagiakan mereka sederhana tapi juga tidak mudah. Hadirkan senyum bahagia di wajah mereka bagaimanapun keadaan kita. Tak peduli sedang susah, berkecukupan, atau berlebih, senantiasa memberi dengan konsisten. Baik dari segi materil maupun moril, semampu kita. Jangan sampai kita sibuk berkelana mencari kebermaknaan hidup di mana-mana, tapi melupa sesuatu yang sederhana namun tak bernilai harganya.

Ponorogo, 6 Januari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun