Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk etika bisnis. Dalam pandangan Islam terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin melakukan bisnis. Seorang mukmin dalam berbisnis jangan sampai melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan syariat. Itu sebabnya, agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika. Seseorang yang mempunyai etika yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik juga dan pastinya akan disenangi oleh orang banyak. Dalam etika bisnis salah satu sumber rujukan kita adalah etika yang bersumber dari tokoh teladan agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah saw. Beliau telah memiliki banyak panduan etika untuk praktek bisnis, antara lain sebagai berikut:
Pertama adalah kejujuran. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam berbisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya," (H.R. Al-Quzwani). "Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami," (H.R. Muslim).
Kedua, menolong atau memberi manfaat kepada orang lain. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak Ekonomi Kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta'awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis.
Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran, dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi" (QS 83:112).
Keempat, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq 'alaih).
Kelima, tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu. Contohnya penimbunan masker disaat pandemi.
Keenam, tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi(penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara, dan tanah serta kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral.
Ketujuh, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya.
Kedelapan, bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. alBaqarah:: 278).
Kesembilan, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29).