Mohon tunggu...
Afif Sholahudin
Afif Sholahudin Mohon Tunggu... Konsultan - Murid dan Guru Kehidupan

See What Everyone Saw, But Did Not Think About What Other People Think

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menimbang Indeks Kesehatan Demokrasi sebagai Penentu Kesehatan Negara

9 Maret 2019   08:30 Diperbarui: 11 Maret 2019   12:26 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Demokrasi (Kompas/Handining)

Akibatnya, pada tahun 2016 capaian DKI Jakarta secara drastis dari anggota papan atas provinsi-provinsi dengan capaian "Baik" menjadi anggota papan bawah provinsi-provinsi dengan capaian "Buruk".[11]

Rupanya demokrasi sendiri phobia dengan politik yang mengangkat isu agama, atau minimal misi politik atas dorongan agama. Hal itu akan menjadi racun bagi keberlangsungannya. Alih-alih diklaim sebagai sistem yang menjamin hak individu, namun hak tersebut dikecualikan atas kehadiran agama. 

Dari sini sudah terlihat cacat dari demokrasi itu sendiri. Entah bagaimana bisa masih ada orang yang menganggap demokrasi bukan sistem sekuler, padahal demokrasi sendiri secara tidak langsung menunjukkan sekulerisme bagian dari karakteristiknya.

Permasalahan utama kegagalan demokrasi bukanlah pada moral individu pejabat atau masyarakatnya yang belum dewasa, namun pada sistem itu sendiri telah melahirkan individu yang tidak bermoral dan memberikan ruang bagi aturan-aturan diskriminatif yang dirasakan oleh masyarakat. 

Satu sisi, produk gagal demokrasi memang harus digantikan, namun sebaik apapun bahan baku jika diolah pada mesin yang rusak akan gagal hasilnya. Demokrasi adalah mesin yang rusak tersebut, tidak bisa diperbaiki karena demokrasi akan rusak dengan sendirinya.

Hasilnya?
Jika  melihat  pengelolaan  pengukuran  demokrasi  model IDI, terlihat  bahwa ada upaya untuk mengkuantifikasi demokrasi Indonesia terkini, upaya mengintervensinya dalam setiap  perencanaan pembangunan, dan satu hal yang pasti bahwa tendensi model IDI sebagai program pemerintah menjadikan pengukuran demokrasi seakan fokus pada pola yang dikembangkan oleh IDI.

Fenomena ini menjadi arena baru, sekurang-kurangnya untuk secara teknokratis menempatkan demokrasi sebagai sebuah agenda pemerintah yang secara substantif dijadikan sebagai haluan.[12]

Demokrasi di Indonesia tidak berjalan sehat, bahkan tidak akan pernah sehat. Demokrasi Indonesia terperangkap oleh praktik deficit democracy, atau bahkan elusive democracy. 

Tidak hanya demokrasi di Indonesia, demokrasi di dunia dalam beberapa tahun ini digambarkan sebagai mengalami kemunduran (retreat), resesi (recession); penurunan (decline), ataupun demosi (demotion).[13] Kenyataan bahwa negara-negara demokrasi lama dan mapan seperti Amerika Serikat dapat mengalami krisis demokrasi yang akut menunjukkan bahwa kondisi demokrasi yang baik tak bisa diasumsikan akan hadir (taken for granted). 

Maka, bagi saya, IDI bukanlah tolak ukur yang pantas dalam menciptakan demokrasi yang baik, karena sebaik apapun alat ukur tersebut jika digunakan pada benda yang salah hasilnya pun akan salah. 

Demokrasi tidak pantas dijadikan sebagai aturan bagi masyarakat Indonesia, karena masyarakat Indonesia dominan beragama Islam. Islam tidak hanya sebatas aturan beribadah sebagaimana aturan agama lainnya, sedangkan demokrasi hanya menyediakan ruang agama sebatas kepercayaan dan hak peribadatan bukan ruang pengaturan masyarakat di luar tempat ibadah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun