Mohon tunggu...
Afif Sholahudin
Afif Sholahudin Mohon Tunggu... Konsultan - Murid dan Guru Kehidupan

See What Everyone Saw, But Did Not Think About What Other People Think

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Muhasabah Kala Tertimpa Musibah

13 Oktober 2018   09:25 Diperbarui: 16 Oktober 2018   13:55 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musibah terus menghampiri berbagai daerah di penjuru negeri. Sebelumnya diperingatkan dengan gempa seperti di Lombok, belum cukup diperingatkan kembali dengan bertambahnya bencana gempa tsunami di Palu. 

Rasa duka seakan belum usai terobati karena musibah yang datang silih berganti, namun rasa cemas seakan sudah menghantui di beberapa daerah karena peringatan dini gerakan tanah dan gunung meletus sudah mencapai titik rawan. 

Duka nestapa takkan berarti jika berbekas hanya pada materi, membuat orang banyak menyumbang bantuan tapi tetap hati tak merasa sedang diperingati. Padahal kesedihan mereka adalah kesedihan kita, peringatan bagi mereka juga adalah peringatan bagi kita. Peduli terhadap saudara sesama adalah upaya untuk menyelamatkan kita juga. 

Seandainya ada bagian bawah perahu bocor maka tugas menutupi lubang bukan hanya dipikirkan oleh penumpang bawah karena tenggelam akan menimpa seisi kapal. Maka kekhawatiran mereka adalah panggilan kepedulian kita, termasuk peduli terhadap nasib negeri yang terus ditimpa musibah. 

Namun dapatkah musibah yang terjadi mampu menambah ketakutan kita kepada Allah SWT karena segala fenomena alam yang menimpa tidak lepas dari kemahakuasaan-Nya. Dia berhak menimpakan karena sebab perbuatan manusia. Dalam firman-Nya dijelaskan, "Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri." (TQS. An Nisaa [4]: 79) 

Seandainya bencana di negeri ini ditimpakan karena dosa kita, maka harus bagi kita muhasabah sebagai langkah introspeksi menghindari segala pintu dosa. Beranikah negeri ini sadar kemaksiatan kepada Allah adalah keburukan bagi masa depan bangsa? Seharusnya sadar musibah terbesar bagi kita bukanlah musibah alam namun musibah agama, dimana orang lari dari agama dan memilih manusia sebagai penentu arah kehidupan. Seperangkat hukum Islam yang diturunkan namun diingkari dengan menerapkan hukum manusia. Bukankah wajar jika Allah menghukum suatu negeri karena kedurhakaan manusia di dalamnya? 

Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman kami), kemudian kami binasakan sama sekali (negeri itu)." (TQS. Al Isra [17]: 16) 

Mudah bagi Allah menghancurkan segala infrastruktur yang manusia banggakan, jangankan seluas negeri ini, bahkan jika Dia berkehendak dalam sekejap seluruh isi bumi ini pun bisa dihancurkan. Lantas bagaimana kita ingin mendapat pertolongan dan ampunan jika terus mempertahankan kemaksiatan meluas, perzinahan dilegalkan, riba disuburkan, kriminalitas dimanfaatkan, dan hukum manusia penjajah masih digunakan. Bagaimana bisa kemakmuran negeri ini justru tidak membawa berkah, namun yang datang justru musibah. 

Gempa bumi merupakan peringatan dari Allah bukan kehendak alam. Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala mengizinkan untuknya maksudnya bumi kadang-kadang untuk bernafas, lalu muncullah gempa besar padanya, dari situ timbullah rasa takut, taubat, berhenti dari kemaksiatan, merendahkan diri kepada-Nya, dan penyesalan pada diri hamba-hamba-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama Salaf ketika terjadi gempa bumi, "Sesungguhnya Rabb kalian menginginkan agar kalian bertaubat." (Miftah Daaris Sa'adah, 2/630) 

Padahal Allah SWT sudah memperingatkan, "Dan sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (TQS. Al A'raaf [7]: 96) 

Umar bin khattab ra pernah mengatakan, "hisablah dirimu sebelum kalian dihisab, timbanglah amalmu sebelum ditimbang, karena sesungguhnya yang akan meringankan hisabmu nanti adalah saat engkau menghisab hari ini. Dan berhiaslah untuk pertemuan hari akbar, hari saat dipamerkan segala amal, dan tidak ada keringanan sedikitpun atas kalian." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun