Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengembangkan Moral Quotient Anak Melalui Jumpritan

8 April 2017   14:03 Diperbarui: 8 April 2017   14:19 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengenang masa kecil sungguh menyenangkan untuk dilakukan. Apalagi jika masa itu terlampaui dengan penuh kebahagiaan. Yang selalu terlintas dibenak hanyalah purely bermain, bermain, dan bermain. Tanpa perlu memikirkan deadline laporan yang di depan mata, kiriman bulanan yang tak kunjung tiba, apalagi mikirin do’i yang nggak peka-peka *eh. 

Berbicara tentang masa kecil, dahulu saya tinggal di perkampungan dengan rumah-rumah yang saling berhimpitan. Yaaa namanya juga kampung, sepanjang hari selalu ramai dengan celotehan ibu-ibu rumpik hingga teriakan riang anak-anak. Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar, saya mempunyai cukup banyak teman sebaya di sekitaran rumah. Selepas pulang sekolah, makan siang, dan mengerjakan PR, biasanya saya bergegas keluar rumah untuk bermain bersama mereka sembari menanti waktu untuk mengaji. Dan salah satu permainan yang paling sering dilakukan yakni jumpritan atau bahasa kerennya : hide and seek alias petak umpet, hehehe. 

Jumpritan merupakan permainan yang cukup legend di seluruh penjuru dunia. Entah berasal dari mana dan sejak kapan permainan tersebut ada, yang pasti dulu jumpritan menjadi favorit saya selain bermain ‘rumah-rumahan’. Permainan ini melibatkan 3 anak atau lebih dan diawali dengan “hompimpah” untuk menentukan siapa yang akan menjadi seeker (pencari). 

Kemudian seeker tersebut nantinya akan menutup mata dan bersandar pada tembok, tiang, dan sebagainya sambil berhitung mundur. Sedangkan anak-anak lainnya berlari untuk mencari tempat bersembunyi. Setelah mendapatkan tempat persembunyian yang dirasa aman, barulah sang seeker beraksi dengan cara meninggalkan “tempat jaga”-nya dan mencari teman-temannya yang telah bersembunyi. Nah, di sinilah letak keseruan dari jumpritan, seeker harus bergerak cepat dan bergegas mencari sebelum temannya berhasil menyentuh tempat penjagaannya tadi.

Jika seeker berhasil menemukan temannya, ia akan menyebut nama temannya sambil berkata TEKONG atau HONG. Apabila seeker hanya meneriakkan namanya saja, maka ia dianggap kalah dan mengulang permainan dari awal. Yang paling bikin greget yakni pada saat seeker bergerilya untuk mencari teman-temannya, salah satu temannya mengendap-endap untuk kemudian berlari menuju tempat jaga. Jika anak tersebut berhasil menyentuhnya, maka seluruh teman-teman yang sebelumnya telah berhasil ditemukan oleh seeker harus dibebaskan sehingga seeker harus kembali menghitung dan mengulang permainan dari awal. Cieee yang baca sambil nostalgia, hihihi...

Tanpa kita sadari, ternyata jumpritan secara tidak langsung ikut andil dalam mengembangkan kecerdasan moral atau moral quotient (MQ) pada anak, lho. Kecerdasan moral merupakan elemen yang penting untuk dikembangkan dan diseimbangkan. Karena kecerdasan intelektual dan spiritual saja tidak cukup untuk bekal kehidupan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abu Zakariya Yahya Rohimahullah : “Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu, dan adab tanpa ilmu bagaikan jasad tanpa ruh” (Tadzkiratus Sami’ wa Mutakallim).

Nah, secara umum jumpritan mengandung 3 point kecerdasan moral yaitu :

1. Melatih anak untuk taat aturan

Belajar mendisiplinkan anak untuk mentaati peraturan tidak harus lewat pendidikan formal atau verbal, tetapi bisa juga dilakukan lewat sebuah permainan. Melalui permainan jumpritan, anak-anak akan bermain bersama dengan mematuhi peraturan yang telah dibuat sesuai dengan kesepakatan. Setiap anak harus bisa mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan yang telah dirumuskan. Apabila aturan yang telah dibuat dipatuhi bersama, maka sudah pasti permainan akan berjalan dengan lancar dan menyenangkan.

2. Mengembangkan sportivitas anak

Dalam permainan ini, seeker yang gagal dalam menemukan teman-temannya harus bisa menerima kekalahan dan melakukan tugasnya masing-masing tanpa mengurangi ke-asyik-an dalam bermain. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Michelle Borba (2001) bahwa kecerdasan moral terbagi dalam 7 aspek, dua di antaranya yakni fairness (keadilan) dan self-control (kendali diri). Maka permainan ini melatih anak untuk lebih fair-play dan legowo atas kemenangan maupun kekalahan yang ia peroleh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun