Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Kita Mudah "Latah" Mengikuti Orang Lain?

3 Januari 2023   21:53 Diperbarui: 7 Januari 2023   21:30 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOMO bisa dialami siapa saja karena pesatnya perkembangan teknologi.(Freepik.com/anastasia1012) 

Sumber: Cretivox
Sumber: Cretivox

Kemungkinan selanjutnya yaitu fenomena Fear of Missing Out (FOMO). Dikutip dari Very Well Mind, FOMO merupakan rasa takut atau cemas yang timbul akibat merasa "tertinggal" karena tidak mengikuti tren tertentu. Istilah ini banyak digunakan oleh kalangan muda, padahal perasaan FOMO dapat terjadi tanpa mengenal usia dan jenis kelamin.

Seseorang yang mengalami FOMO berlebihan dapat memicu munculnya hal-hal negatif seperti kelelahan, stres, hingga masalah tidur. Sebab, perasaan ini mempengaruhi rasa ketidakpuasan seseorang untuk terus up-to-date terhadap tren dan tidak jarang harus menguras tenaga, waktu, pikiran, serta materi. Semoga kita tidak sampai demikian, ya.

Kemungkinan terakhir atas alasan mengapa masyarakat mudah 'latah' yakni konformitas. Definisi operasional dari konformitas ini tidak jauh beda dari The Bandwagon Effect, yaitu di mana terjadi perubahan pada perilaku seseorang dalam menyesuaikan diri atas standar di kelompok tertentu.

Yang membedakan dari The Bandwagon Effect adalah soal dorongan dan motif. Jika The Bandwagon Effect sering terjadi tanpa kita sadari, konformitas justru terjadi karena keinginan secara sadar dari dalam diri agar mendapat pengakuan dari lingkungan sekitar. 

Ketika seseorang berhasil menampilkan perilaku yang sesuai dengan mayoritas, bagian otak yang fokus pada penghargaan (reward) akan teraktivasi sehingga seseorang tersebut akan mencapai titik kepuasan.

Konklusi dan Solusi

Di antara 3 kemungkinan tersebut, barangkali kita pernah mengalami satu, dua, atau bahkan ketiganya. Tidak ada yang dianggap buruk, jelek, atau salah, kok. Selama hal tersebut tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, maka tidak ada salahnya untuk menyesuaikan perilaku agar diterima oleh kelompok tertentu. 

Namun, jika di antara 3 kemungkinan tersebut membawa dampak negatif maka akan lebih baik dihindari dan dialihkan dengan kegiatan lain.

Berikut beberapa tips dari Scott dalam Very Well Mind (2022) yang dapat dicoba apabila perilaku 'latah' sudah melebihi batas:

  • Mengubah fokus dalam hidup. Jika selama ini kita sering fokus pada kekurangan dalam diri sendiri, cobalah untuk fokus terhadap kelebihan-kelebihan yang sesungguhnya sudah tampak di depan mata;
  • Detoksifikasi digital. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak waktu untuk gadget dapat meningkatkan FOMO maupun perilaku 'latah' lainnya. menggunakan media sosial seperlunya akan lebih bijak dan memiliki banyak manfaat lainnya;
  • Membuat jurnal pribadi dan jurnal syukur. Tidak jauh dari poin pertama di atas, fokus terhadap hal-hal yang bisa disyukuri dengan cara mencatatnya setiap hari. Catatan tersebut berfungsi sebagai pengingat bahwa ada banyak hal baik yang bisa kita pilih daripada hanya ikut-ikutan pilihan orang lain.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun