"Terhitung tujuh hari dari sekarang, aku akan melamarmu..."
***
Malam telah lama terlelap, Nazila masih saja terjaga di bawah selimut biru mudanya. Ia tak tahu harus senang atau sedih. Tujuh hari ke depan, akan ada yang datang untuk melamarnya.
Hmmm... Bagaimana rasanya, ya?
Lamaran. Meski sudah menginjak usia 22 tahun, hal itu belum pernah terpikirkan olehnya. Apa yang harus dilakukan? Apa saja yang baik untuk dipersiapkan? Bagaimana nanti prosesnya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkecamuk. Tanpa sadar dadanya bergemuruh hingga terasa sampai ubun-ubun. Perasaan yang sedang menggeluti sanubarinya ibarat kalimat "Ingin, tapi tak ingin". Atau jika meminjam istilah yang baper: rindu, tapi tak sudi bertemu. Seperti itulah kiranya.
Ia pun segera bangkit dan mengambil air wudhu. Lebih baik bertanya langsung kepada Tuhan, katanya dalam hati. Daripada meng-galau-kan hal yang tidak jelas sendirian, atau malah berpikiran macam-macam, mengadu pada Ilahi akan terasa lebih mudah dan membuat hati tenang.Â
Ya Allah, Yaa Mubasy-syiral Qolbi,
Engkau tahu, kan? Beberapa hari ke depan dia akan datang...
Ku rasa ini terlalu cepat, ataukah memang sudah tiba saatnya?
Ku rasa masih banyak pertanyaan yang melayang-layang dipikiran, ataukah itu hanya kekhawatiran atas ke-tidak-yakinanku?
Namun, di atas segalanya,