Mohon tunggu...
afida
afida Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"I Wants" oleh Si Temper Tantrum

13 Maret 2018   18:28 Diperbarui: 13 Maret 2018   18:49 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Problem emosional merupakan bidang yang sangat kompleks, baik dari gejala-gejala yang bermunculan maupun etiologinya. Salah satu kejadian umum yang sering terjadi di lingkungan kita bahkan kita juga pernah mengalaminya. Keluhan ini biasanya disampaikan oleh orang tua seperti nakal, sukar belajar dan luapan emosi yang meladak-ledak sehingga  tidak dapat terkontrol atau orang-orang yang kesullitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, mengomel, pembangkangan bahkan berteriak (temper tantrum).

Tantrum mulai terjadi saat anak mulai mebentuk sense of self. Pada tahapan ini anak mulai mengenali perasaan "me" dan "i wants", akan tetapi mereka belum memadai bagaimana cara memuaskan keinginan mereka. Dalam puncaknya temper tantrum terjadi di bawah usia 3 tahun. Masalah ini biasanya terjadi ketika usia prasekolah. Cetusan marah pada perilaku tantrum dapat terjadi  dari hasil meniru dari orang tua atau angota keluarga lainnya. Tantrum juga dapat terjadi pada mereka yang selalu dimanjakan atau orang di sekitarnya yang terlampau mencemaskannya. Lalu, apakah orang dewasa juga mengalami temper tantrum?

Pada usia dewasa temper tantrum lazim terjadi pada wanita. Bahkan dari hal kecilpun tampak tidak memiliki kontrol emosi pada dirinya. Tantrum dapat terselesaikan apabila keaadaan disekitarnya dapat memberikan apa yang mereka inginkan. Namun, apabila mereka sering mendapat apa yang mereka inginkan tentu temper tantrumnya lebih sering pula.

Ketidak dewasaan emosi adalah faktor utama penyebab terjadinya temper tantrum pada orang dewasa. Padahal, bagian dari tumbuh dewasa adalah mampu mengembangkan ketrampilan diri dan mampu menghadapi kekecewaan dalam hidup. Di usia akhir remaja seharusnya seseorang harus memiliki ketrampilan tersebut. Akan tetapi, pada umumnya rasa ketidakamanan bahkan frustasi dapat mendorong ledakan emosi mereka. Suatu hal dapat terjadi apabila tidak sesuai harapan, mengakibatkan mereka merasa diperlakukan tidak adil.

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi temper tantrum oleh orang dewasa adalah kecemasan, rasa iri dan kecemburuan. Orang dewasa yang mengalami temper tantrum akan melampiaskannya pada orang lain, melakukan hal tersebut karena mereka bisa, mereka merasa berhak, dan orang lain harus bisa mentolelir perilaku mereka.

Sebagai orang di sekitarnya, tentu kita tidak akan diam saja melihat hal tersebut. Validasi perasaan mereka bukan perilakunya. Katakan "saya mengerti kamu bahwa kamu benar-benar marah, akan tetapi aku tidak bisa mendukungmu dalam hal ini". Apakah dia berada dibawah tekanan?, berusahalah menerima apa yang terjadi. Ketika mereka merasa lebih tenang, anda dapat membahas apa yang terjadi, yang terpenting kita tidak meresponnya secara agresif atau keras terhadapnya.

Temper tantrum merupakan hal yang normal terjadi pada diri seseorang. Pemahaman pola asuh dapat membantu dalam memyikapi temper tantrum. Temper tantrum bukanlah suatu penyakit yang berbahaya. Namun jika sejak kecil orang tua dan orang-orang di lingkungannya membiarkan ia berlarut-larut dan tidak perbah memberikan solusi yang benar pada anak, maka perkembangan emosional mereka akan terganggu, bahkan akan terbawa hingga mereka dewasa. Berimplementasi postif lah pada seseorang, pasti hal tersebut juga akan meminimalisir emosi atau tantrum. 

Amukan tantrum bukanlah perilaku yang buruk. Tidak ada hukuman yang dibutuhkan, hanya belas kasihan dan rasa aman dan penuh kasih yang diperlukan. Tidak semua keinginan harus terpenuhi, tidak semua yang ingin dilakukan harus terlaksana. Kita perlu juga menahan diri kan? Memilih apa sebenarnya yang perlu dan apa yang sekadar "mau". Kapan mendewasa?, dan inilah kehidupan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun