Mohon tunggu...
A Afgiansyah
A Afgiansyah Mohon Tunggu... Dosen - Digital communication specialist

Praktisi dan Akademisi Komunikasi Media Digital dan Penyiaran. Co-Founder Proxymedia.id // Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, dan Universitas Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Produksi TV Vs Produksi Youtube

15 Juni 2022   21:56 Diperbarui: 15 Juni 2022   22:20 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nonton Youtube di TV. Sumber: Shutterstock/A. Aleksandravicius

Produksi TV di sini bukan tentang membuat pesawat televisi. Kita akan coba lihat bagaimana pembuatan konten televisi dibandingkan dengan pembuatan konten Youtube. Ini yang disebut produksi konten. Memang, kita sering lihat banyak konten TV bertebaran di Youtube. Sebaliknya, banyak juga acara-acara televisi menayangkan ragam konten dari Youtube. Lalu, siapa yang lebih diuntungkan? Penyelenggara siaran TV atau Youtube?

Bicara soal untung, mari kita telusuri soal biaya produksi dulu. Konten di TV dan Youtube sama-sama berbentuk karya audio visual. Ini yang membuat keduanya bisa saling tayang di masing-masing platform. Berapa uang yang dikeluarkan juga beragam. Namun tentunya produksi konten di televisi punya ketentuan yang lebih ketat daripada konten Youtube. Satu hal yang pasti, orang bisa posting konten di Youtube dengan biaya nyaris nol atau tanpa biaya. Sementara di TV, sudah pasti ada biaya keluar buat penayangan konten. Bagaimana hitung-hitungannya?

Cukup bermodalkan smart phone atau laptop dan koneksi internet, semua orang bisa membuat konten di Youtube. Tinggal nanti seberapa banyak orang yang melihat tayangan itu. Semakin serius konten yang dibuat, maka kemungkinan akan semakin banyak orang yang menonton. Di sini kemungkinan besar diperlukan biaya tambahan untuk membuat konten lebih serius di Youtube.

Contoh saja, kalau kita lihat tayangan "mukbang", di mana pembuat konten menampilkan aksi makan besar, maka tentunya akan dikeluarkan biaya lebih untuk membeli makanan. Contoh lainnya ketika pembuat konten melakukan vlogging. Betul, untuk membuat video blog bisa dilakukan tanpa mengeluarkan biaya besar. Tapi bisa kita bandingkan ketika membuat vlog di pekarangan rumah dengan vlog di kafe yang sedang populer. Mana yang lebih menarik? Kalau kita merasa vlog di kafe lebih menarik daripada di rumah saja, itu berarti pembuat konten perlu mengeluarkan biaya lebih untuk memesan makanan atau minuman.

Dari kedua contoh tadi bisa kita lihat besarnya biaya jadi penting untuk menentukan kesuksesan konten. Ini juga berlaku di televisi. Karena diselenggarakan oleh profesional, biaya pembuatan konten di televisi cenderung lebih mahal daripada konten sejenis yang dibuat untuk Youtube. Berapa sih sebenarnya biaya buat produksi tayangan TV? Mari kita lihat dulu apa saja yang harus dibayar.

Kalau pernah melihat tayangan "On The Spot" di Trans7, kita mungkin berpikir biayanya akan sangat murah karena tinggal mengumpulkan konten dari media sosial termasuk Youtube. Kenyataannya tidak sesederhana itu. Bandingkan dengan konten-konten sejenis "On The Spot" yang dibuat amatir untuk tayang di Youtube.

Hal pertama yang menjadi perhatian biasanya dari orang yang menarasikan ceritanya atau disebut narator. Nada suara yang lemah, artikulasi kurang jelas, intonasi datar, hingga logat kental seringkali mendominasi konten buatan amatir. Kontennya mungkin hampir sama, tapi bagaimana konten itu dikemas tentunya jauh dari menarik jika dibandingkan produksi televisi.

Di sini kita lihat satu komponen inti dari produksi tayangan televisi yaitu pengisi acara. Pada tayangan "On The Spot" misalnya, narator menjadi pengisi acara utama. Dibawakan oleh profesional, pemirsa akan terbawa cerita dari rangkaian cuplikan gambar yang disajikan. Diperlukan bakat dan latihan untuk bisa membawakan narasi yang baik. Untuk itu tentunya stasiun TV mengeluarkan biaya yang layak untuk menyewa profesional.

Selain narator, ada lagi penulis naskah. Seperti "On The Spot" yang ditayangkan setiap hari, maka tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang. Penulis naskah juga harus mampu membangun kompilasi cerita menarik.

Misalnya dalam salah satu episode dirangkai cerita tentang "tujuh desa unik di dunia". Isinya memang cuplikan video-video amatir dari berbagai negara. Tapi tentunya diperlukan kemampuan khusus merangkai cuplikan video itu jadi satu topik menarik. Inilah tugas penulis naskah. Mereka mengemas konten menjadi sebuah cerita. Tentunya diperlukan kemampuan profesional untuk menyajikan kemasan yang menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun